Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Ini Yakin Setya Novanto Bakal Lolos Lagi dari Jerat Hukum KPK

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis selesai diperiksa penyidik KPK pada Senin (27/11/2017) siang.

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pakar Hukum Ini Yakin Setya Novanto Bakal Lolos Lagi dari Jerat Hukum KPK
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ahli hukum tata negara, Margarito Kamis keluar dari gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan, Senin (27/11/2017). Margarito Kamis diperiksa sebagai saksi meringankan untuk tersangka Setya Novanto terkait kasus korupsi KTP elektronik. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis selesai diperiksa penyidik KPK pada Senin (27/11/2017) siang.

Dia diperiksa sebagai ahli meringankan yang diajukan Ketua DPR, Setya Novanto, tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Usai diperiksa, pada awak media, Margarito mengaku tim penyidik hanya mengajukan sekitar dua atau tiga pertanyaan.

Dalam pemeriksaannya tadi, Margarito menjelaskan seputar prosedur pemeriksaan terhadap anggota DPR.

"Tadi hanya seputar prosedur pemeriksaan anggota DPR," kata Margarito di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Baca: Ini 9 Saksi dan Lima Ahli Meringankan Setya Novanto yang Diajukan ke KPK

Margarito menjelaskan, KPK dan lembaga penegak hukum lain seharusnya meminta izin pada Presiden Joko Widodo jika ingin memeriksa anggota DPR, termasuk Setya Novanto.

BERITA REKOMENDASI

Meskipun dalam Pasal 245 ayat (3) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 menyebut ketentuan sebagaimana pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.

Menurut Margarito frasa 'disangka' dalam Pasal 245 ayat (3) mengandung arti telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu, KPK harus meminta izin Presiden jika ingin memeriksa anggota DPR yang berstatus sebagai saksi.

"Pengertian disangka melakukan tindak pidana korupsi tidak punya makna lain kecuali tersangka. Untuk memeriksa seseorang tersangka menurut keputusan MK Nomor 21 tahun 2014, mesti diperiksa dulu sebagai calon tersangka. Waktu diperiksa sebagai calon tersangka musti ada izin Presiden," ungkapnya.

Margarito menilai KPK belum memenuhi prosedur dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka. Ini Hal lantaran Setya Novanto tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan penegak hukum untuk memeriksa calon tersangka.

"Menurut saya tidak cukup (prosedur) karena sejauh yang saya tahu, dia ( Setya Novanto) tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka karena dia tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Sementara MK mewajibkan dia untuk diperiksa sebagai calon tersangka," ujarnya.


Margarito menambahkan prosedur pemeriksaan ini dapat menjadi celah yang dapat dimanfaatkan Setya Novanto dalam persidangan gugatan praperadilan yang diajukannya.

Bahkan menurut Margarito, bukan tidak mungkin Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan kembali mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto. "(Jadi) Celah. Ya. Kemungkinan ( Setya Novanto lolos)," katanya.

Penulis: Theresia Felisiani

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas