Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tiga Kasus Korupsi yang Paling Banyak Dilakukan Kepala Daerah

Kasus korupsi yang paling banyak menjerat kepala daerah yakni terkait penyuapan, pengadaan barang dan jasa dan perizinan.

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tiga Kasus Korupsi yang Paling Banyak Dilakukan Kepala Daerah
net
ini gambar ilustrasi korupsi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Pencegahan ‎KPK, Pahala Nainggolan ‎mengatakan berdasar statistik yang dimiliki KPK, kasus korupsi yang paling banyak menjerat kepala daerah yakni terkait penyuapan, pengadaan barang dan jasa dan perizinan.

"Kami bisa bilang yang paling besar itu pengadaan barang dan jasa serta perizinan. Kalau dilihat terkait pengadaan barang dan jasa, katakanlah ada 16 modus operandi. Itu mulai dari perencanaan anggaran pengadaan, pelaksanaan pengadaan, dan perizinan. Kira-kita tiga itu," terang Pahala dalam pesan singkatnya, Selasa (26/12/2017).

‎Untuk mencegah korupsi berkaitan dengan tiga hal tersebut, Pahala menjelaskan KPK telah menggandeng 380 pemerintah kabupaten atau kota dan 22 provinsi untuk membangun sistem pencegahan korupsi.

Terkait perencanaan anggaran misalnya, lanjut Pahala, KPK meminta setiap daerah mengimplementasikan e-planning dan e-budgeting.

Baca: Dua ABG Perempuan Anggota Geng Motor Ikut Jarah Toko Pakaian

"Sederhananya semua yang berkaitan dengan anggaran ada dokumentasinya. Dari Musrenbang, pokok pikiran anggota dewan, dan lain-lain. Intinya tidak ada lagi orang yang bisa mengintervensi dengan menitipkan proyek karena umumnya yang menitip proyek itu menitipkan juga dengan kontraktornya. Dengan sistem ini diharapkan bisa mencegah," terang Pahala.

Berita Rekomendasi

Pahala mengungkapkan Kemdagri sudah mengeluarkan surat edaran yang mewajibkan pemerintah daerah di seluruh Indonesia menerapkan e-planning dan e-budgeting.

KPK membantu sumber daya manusia dan pemerintah daerah untuk menduplikasi aplikasi yang telah berhasil diterapkan suatu daerah.

Dalam pelaksanaan pengadaan, KPK juga meminta setiap daerah menjalankan e-procurement dan membenahi Unit Layanan pengadaan (ULP) harus diisi orang yang independen.

‎Terkait dalam perizinan, Pahala menuturkan KPK mendorong dibangunnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang sebenarnya telah didorong oleh Kemdagri sejak 2006 lalu.

Baca: Dapat Remisi 15 Hari, Ahok Kemungkinan Bebas 17 Bulan Lagi

Menurut Pahala, dengan PTSP seluruh hal yang berkaitan dengan perizinan dilimpahkan kepada satu dinas.

Bagi KPK, PTSP yang baik dan transparan setidaknya menerapkan lima poin, yakni kejelasan waktu untuk mengurus suatu perizinan dokumen, dan biaya yang dibutuhkan, perkembangan proses pengajuan izin dan akses untuk melaporkan izin yang belum juga selesai.

"Kemdagri akhir 2016 sudah mengeluarkan edaran harus mempercepat PTSP. Alhamdulilah sudah 320 dari seluruh Pemda yang sudah ada PTSP nya. Beberapa daerah sudah online. Itu baik, tapi kita inginnya, transparan. Masyarakat harus tahu berapa lama prosesnya, dokumen yang dibutuhkan, berapa biaya, bagaimana memeriksa perkembangan dan laporan. Lima poin itu PTSP sudah bisa optimal. Kalau bisa online baik, tapi kalau tidak online cukup dengan spanduk pengumuman lima hal tadi," katanya.

Pahala menambahkan guna ‎mencegah korupsi di daerah, KPK bersama Kemdagri juga terus mendorong penguatan Inspektorat.

Baca: Serma Achmad Tewas Mulutnya Terikat Kain, Diduga Dibunuh di Tempat Lain Lalu Diseret ke TKP

Bahkan KPK dan Kemdagri telah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memperkuat inspekorat, setidaknya inspektorat dapat lebih independen dan berani mengaduit daerahnya.

Pahala percaya hal ini bisa dilakukan jika inspektorat tidak dilantik dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.

"Kita bilang inspektorat kabupaten pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh gubernur jadi bupati tidak semena-mena. Inspektorat provinsi harus dilantik Kemdagri. Kita harapkan inspektorat bisa lebih independen. Kedua, kami minta anggaran inspektorat persentase tertentu dari APBD. Sehingga dia tidak perlu minta angaran ke pemerintah daerah. Yang begitu kami pikir upaya pencegahan di daerah," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas