Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Ragukan Penerjemah, Sidang Perdana Penyelundupan Sabu Satu Ton Ditunda

Berkas yang dimaksud oleh hakim adalah sertifikat penerjemah tersumpah, Surat Keputusan Gubernur, atau surat keterangan dari Kedutaan Taiwan.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Hakim Ragukan Penerjemah, Sidang Perdana Penyelundupan Sabu Satu Ton Ditunda
Tribunnews.com/Gita Irawan
Penyelundup 1,5 ton sabu saat disidang di PN Jaksel 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sidang perdana penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu oleh delapan WNA asal Taiwan pada pertengahan tahun 2017 lalu ditunda hingga Rabu (10/1/2018) karena hakim menyangsikan legalitas dua penerjemah bahasa Mandarin Kanton yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Dharma dan Antoni Li.

Hal itu dikatakan Hakim dalam ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (3/1/2018).

"Tanggal 10 (Januari 2018) kita persilahkan penuntut umum untuk menghadirkan lagi para terdakwa untuk sidang ini sesuai dengan aturan yang dibenarkan. Dan penerjemah yang digunakan juga penerjemah yang sudah mempunyai ijazah. Jadi ada yang kita pegang untuk melakukan sumpah. Sidang kita tutup," kata Effendi mengetuk palu hakim satu kali.

Hal itu karena penerjemah yang dihadirkan JPU untuk persidangan yaitu Budi Dharma belum dapat menunjukan berkas yang dapat meyakinkan Ketua Majelis Hakim yang memimpin sidang Effendi Mukhtar. Berkas yang dimaksud oleh hakim adalah sertifikat penerjemah tersumpah, Surat Keputusan Gubernur, atau surat keterangan dari Kedutaan Taiwan.

Dalam persidangan dengan agenda pembacaan surat dakwaan yang berjalan selama kurang lebih 30 menit itu, hakim ketua mengatakan bahwa berkas-berkas yang dibutuhkannya merupakan payung hukum yang menjadi dasar dari legalitas penerjemah. Selain itu, menurutnya hal tersebut dilakukan untuk menghindari perdebatan yang tidak perlu.

"Supaya nanti tidak terjadi perdebatan yang tidak perlu. Saya bukan tidak menerima Bapak (Budi), cuma nanti apa pegangan saya? Apalagi nanti kalo ada penasehat hukumnya mempertanyakan resmi atau tidak," kata Effendi.

Di sisi lain, Jaksa Payaman mengungkapkan bahwa penerjemah yang dihadirkan oleh pihaknya mengatakan akan membawa berkas yang dibutuhkan. Namun demikian, berkas tersebut tidak diberikan hingga jalannya sidang.

Berita Rekomendasi

"Jadi menurut riwayat mereka ini (Budi Dharma dan Anton Li), sejak semula memang mendampingi terdakwa. Dan mereka memang menyampaikan ingin membawa surat-surat. Dan kita berharap memang mereka membawa surat penerjemah. Namun demikian sampai sekarang yang bersangkutan memang belum bisa membawa surat tersebut," kata Payaman di ruang sidang.

Payaman mengatakan bahwa untuk itu pihaknya meminta sidang ditunda selama satu minggu hingga penerjemah dapat menujukan berkas yang dibutuhkan hakim.

"Ya konsekuensinya kita minta ditunda seminggu. Diberi sama hakim. Untuk penerjemah menyiapkan surat sertifikat bahwa dua orang penerjemah si Budi sama si Anton adalah penerjemah yang tersumpah," kata Payaman.

Selama persidangan, Anton dan Budi sudah menunjukan surat penetapan Pengadilan Jakarta Barat yang menyatakan bahwa Budi pernah mendampingi terdakwa WNA yang berbahasa Mandarin. Namun hakim menolaknya karena meragukan dasar penetapannya. Sementara itu, Anton mengatakan bahwa sudah ada surat dari Kedutaan Taiwan (Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia). Namun surat itu belum ditemukan di BAP hakim ketua ketika sidang.

"Kita udah kasih surat. Tapi hakim masih nggak terima juga. Kantor perwakilan Taiwan sebenarnya udah ngasih surat, cuma tadi entah bagaimana dicari nggak ketemu," kata Anton di luar ruang sidang.

Anton sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut. Menurutnya selama ini dirinya telah mendampingi delapan tersangka tersebut dalam proses pembuatan Berkas Acara Perkara bersama kepolisian.

"Nggak papa ini biar antara polisi, penyidik, sama jaksa aja. Kita sih nggak mau pusing sebetulnya. Bukan urusan kita. Yang penting kita udah BAP sampai tahap dua udah beres semua kok. Ya mungkin hakim mau minta formalnya, gitu aja," kata Anton.

Dalam persidangan tersebut tampak sekira 10 orang petugas kepolisian berseragam dan bersenjata lebgkap yang menjaga. Delapan orang tersangka dihadirkan ke ruang sidang sekira pukul 13.10 dengan dikawal oleh petugas pengadilan dan kepolisian.

Delapan tersangka tersebut yakni Chen Wei Cyuan, Liao Guan Yu, Hsu Yung Li, Tsai Chih Hung, Sun Chih-Feng, Kuo Chun Yuan, Kuo Chun Hsiung, dan Juang Jin Sheng.

JPU mendakwa kedelapan tersangka itu secara terpisah. Satu dakwaan untuk lima tersangka yang mengangkut sabu dengan kapal lewat laut yaitu Tsai Chih Hung, Sun Chih-Feng, Kuo Chun Yuan, Kuo Chun Hsiung, dan Juang Jin Sheng. Sementara tiga tersangka lainnya sebagai penerima kiriman di Banten yaitu Chen Wei Cyuan, Liao Guan Yu, Hsu Yung Li.

Kedelapan tersebut ditangkap Tim Gabungan Satuan Tugas Merah Putih yang terdiri dari petugas Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok dalam upaya menyelundupkan narkoba jenis sabu asal China seberat hampir 1 ton melalui Dermaga eks Hotel Mandalika di Jalan Anyer Raya, Serang, Banten, Kamis (13/7/2017) dini hari. Pihak kepolisian memperkirakan nilai narkotika tersebut sekitar Rp 1,5 sampai Rp 2 triliun.

Atas perbuatannya mereka dijerat Pasal 114 atau Pasal 113 atau Pasal 112 juncto Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Mereka diancaman pidana penjara seumur hidup, paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda palong sedikit Rp. 1 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas