Ini Catatan Penting Terkait Rencana Pembentukan Satgas Antipolitik Uang
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menyambut baik satuan tugas antipolitik uang (money politic) menjelang Pilkada 2018.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menyambut baik satuan tugas antipolitik uang (money politic) menjelang Pilkada 2018.
Menurut Ray Rangkuti, pembentukan Satgas antipolitik itu merupakan upaya positif untuk memperkecil penggunaan uang dalam Pemilu/Pilkada.
"Dengan begitu, salah satu masalah negatif dalam tradisi demokrasi kita dapat dicegah sejak dini," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Jumat (5/1/2018).
Baca: KSAD: Pak Edy Kan Mau Pensiun, Harus Dibantu
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mencetuskan ide membuat satuan tugas antipolitik uang (money politic) menjelang Pilkada 2018.
Tito ingin Polri bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani praktik politik uang yang diprediksi akan ramai menjelang Pilkada 2018.
Ide tersebut disampaikan kepada pimpinan KPK dan mendapat sambutan baik.
Hanya saja, Ray Rangkuti menjelaskan, hal ini perlu didiskusikan lebih lanjut.
Setidaknya terkait batas kewenangan dan ruang kerja dua institusi ini.
Baca: Keluhkan Anggaran Dipotong, Ombudsman Butuh Anggaran Rp 300 Juta Sekali Investigasi
Dalam hal ini agar tidak saling melampaui dengan kewenangan dan ruang Bawaslu. Khususnya polisi, karena sudah tergabung dalam sentra gakumdu bersama dengan Bawaslu.
"Tumpang tindih kewenangan dan ruang aktivitas akan membuat tiga institusi ini justru kurang optimal dalam pemberantasan politik uang," jelasnya.
Selain itu menurutnya, fokus pemberantasannya sebaiknya berbeda. Bawaslu secara tradisional banyak bergiat dalam politik uang dari peserta ke pemilih.
"Besaran dananya tak cukup tinggi, tapi frekewensi praktiknya cukup intensif. Sementara calon dapat dana dari mana, belum banyak terungkap," ucapnya.
Untuk itu kata dia, baiknya satgas KPK-Polri memfokuskan diri pada praktek ini.
Jika satgas ini dapat memutus rangkaian pendonor dana politik ilegal ada kemungkinan besar suplai dana ke pemilih juga akan berkurang.
"Dengan kewenangan besar yang ada pada KPK dan polisi, serta keahlian yang mereka punyai, pilihan pada fokus ini tepat dan sangat berarti," jelasnya.
Menurut Ray, perlu memikirkan aturan perundangan yang dipakai dalam menuntut pelaku politik uang.
Dalam artian, tidak hanya memakai UU Pemilu/Pilkada, tapi bisa juga mempergunakan aturan yang lain. Tujuannya untuk memperberat sanksi yang diajukan terhadap para pelaku politik uang.
Sebelumnya, Tito Karnavian mengatakan, proses demokrasi, termasuk pilkada, membutuhkan biaya tinggi. Untuk kampanye saja, calon bupati harus merogoh kocek Rp 30 miliar-Rp 40 miliar.
Sementara calon gubernur memerlukan dana lebih besar, sekitar Rp 100 miliar.
Calon kepala daerah tersebut perlu membangun jaringan setidaknya satu hingga dua tahun.
Salah satu cara instan agar menarik minat masyarakat adalah dengan membagikan uang atau bahan pokok.
"Begitu sudah terpilih jadi kepala daerah, gaji seorang bupati paling top dengan segala tunjangan Rp 300 juta. Dikali 12, Rp 3,6 miliar. Dalam lima tahun yang keluar berapa? Apa mau tekor?" kata Tito.
Karena ingin modal saat kampanye kembali, kata Tito, cara-cara kotor pun dilakukan.
Di situlah korupsi muncul. Kepala daerah mengambil komisi dari proyek, perizinan, dan lain sebagainya.
Ia menganggap, politik uang sudah membuat sistem yang memaksa kepala daerah korupsi.
Apalagi, kesadaran berdemokrasi yang bersih belum merata, terutama di kalangan bawah. Jadi, yang terjadi adalah orang yang memiliki kuasa politik memanipulasi demokrasi itu sendiri.
"Itu terjadi, orang tidak melihat program kampanye, tetapi dilihat yang datang ada duit atau enggak," kata Tito.
Satgas tersebut nantinya akan dibentuk Bareskrim Polri dan menarik anggota yang memiliki idealisme kuat untuk memerangi politik uang.
Nantinya akan ada anggaran khusus untuk satgas tersebut.
Menurut rencana, Januari 2018, satgas tersebut sudah mulai bergerak. Polri dan KPK akan membagi porsi dalam penanganan perkaranya.
"Polri-KPK punya kemampuan yang kira-kira nanti menyangkut figur-figur yang bisa ditangani KPK, mereka tangani. Yang tidak bisa sama KPK, serahkan ke Polri," kata Tito.
"Kita lihat nanti wilayah mana yang rawan money politic sehingga kecenderungan money politic ini membuat masyarakat takut disuap," lanjutnya.