Setya Novanto Ajukan JC, Sekjen Golkar: Kami Tidak Mau Ikut Campur
Apalagi, Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto menekankan pentingnya 'Golkar bersih'. Sehingga konsekuensinya, harus ada satu langkah
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengaku tidak jngin mencampuri langkah terdakwa korupsi pengadaan KTP elektronik bekas Ketua DPR RI Setya Novanto.
Hal ini terkait upaya Novanto meminta perlindungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sehubungan dengan pengajuan dirinya sebagai saksi pelaku yang berkerja sama atau justice collaborator.
"Saya kira itu silahkan ya, kita tidak mau ikut campur, itu adalah hak Pak Setnov. Silahkan kepada Pak Setnov yang selama ini sudah dinyatakan tersangka dan sudah memasuki persidangan-persidangan. Kita serahkan semua pada Pak SN," kata Idrus kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/1/2018) kemarin.
Baca: Airlangga Minta Fraksi Golkar Rampungkan Pansus Angket KPK
Menurutnya, Golkar hanya mendorong supaya pemberantasan korupsi dilakukan secara komperhensif.
Apalagi, Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto menekankan pentingnya 'Golkar bersih'. Sehingga konsekuensinya, harus ada satu langkah pemberantasan korupsi yg secara menyeluruh secara komprehensi.
"Saya kira itu. Kalau dalam kerangka itu saya kira silahkan enggak ada masalah," kata Idrus.
Idrus menambahkan, Golkar pun tidak masalah jika mantan ketua umumnya tersebut nantinya menjadi justice collaborator dan membeberkan nama-nama lain.
Dirinya tidak khawatir sepanjang dalam proses hukum tersebut disertai bukti dan fakta.
"Silahkan, saya kira yang penting kan ada faktanya. Kita dari awal mengatakan bahwa mendorong proses hukum yang dilakukan oleh KPK yang didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada dan orientasi adalah keadilan," kata Idrus.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya mengatakan bahwa kliennya menjadi justice collaborator bukanlah pilihan yang mudah. Dia bisa menjadi sasaran tembak dan bulan-bulanan.
"Kami juga tentu menyampaikan pada Pak Nov bahwa pilihan menjadi JC bukan pilihan mudah. Karena bisa menjadi sasaran tembak dan bulan-bulanan. Nah ini yang kami minta protection cooperating person itu penting dirumuskan secara jelas. Apa model perlindungan yang bisa diberikan kepada Pak Nov kalau beliau jadi JC," kata Firman Wijaya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana korupsi, Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Firman mengatakan perlindungan diberikan kepada tersangka, terdakwa, dan terpidana. Perlindungan itu tetap diberikan lantaran resiko menjadi JC bisa terjadi sekarang, saat persidangan atau setelah putusan.
Firman mengaku ada nama lebih besar dari Novanto pada kasus yang merugikan keuangna negara Rp 2,3 triliun itu.
Firman optimis kliennya itu tidak dalam posisi yang sanggat berpengaruh pada kasus korupsi proyek yang menghabiskan anggaran negara Rp 5,9 triliun.
"Saya katakan soal penganggaran, perencanaaannya sudah dirancang jauh. Dan itu ada lembaganya, ada instansinya. Kita lihat siapa inisiator proyek e-KTP ini," kata Firman Wijaya.