8 Pernyataan Sikap MUI Tanggapi Putusan MK Terkait 'Pencantuman Kolom Aliran Kepercayaan di e-KTP'
Ada 8 poin yang dihasilkan dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang dihelat MUI pada 29 hingga 30 November 2017, di Bogor, Jawa Barat.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan pernyataan sikap menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa kolom kepercayaan bisa dicantumkan dalam KTP Elektronik.
Ada 8 poin yang dihasilkan dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang dihelat MUI pada 29 hingga 30 November 2017, di Bogor, Jawa Barat, yang mengacu pada putusan MK.
Baca: Kementerian Agama Patuhi Putusan MK Terkait Aliran Kepercayaan
MUI pun akhirnta menggelar konferensi pers dan menyampaikan 8 poin tersebut di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2018), melalui Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan MUI Basri Bermanda.
Berikut 8 poin yang dihasilkan dari rakernas MUI terkait putusan MK Nomor Perkara 97/PPU-XIV/2016 itu :
1. MUI sangat menyesalkan putusan MK tersebut, putusan MK dinilai kurang cermat dan melukai perasaan umat beragama, khususmya umat Islam Indonesia, karena putusan tersebur berarti telah mensejajarkan kedudukan agama dengan aliran kepercayaan.
2. MUI berpandangan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan konsekuensi hukum dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan, serta merusak terhadap kesepakatan kenegaraan dan politik yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
3. MUI berpendapat seharusnya MK dalam mengambil keputusan yang memiliki dampak strategis, sensitif, dan menyangkut hajat hidup orang banyak, membangun komunikasi dan menyerap aspirasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan, sehingga dapat mengambil keputusan secara objektif, arif, bijak dan aspiratif.
4. MUI menghormati perbedaan agama, keyakinan, dan kepercayaan setiap warga negara, karena hal tersebut merupakan implementasi dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi oleh negara, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. MUI sepakat bahwa pelaksanaan pelayanan hak-hak sipil warga negara di dalam hukum dan pemerintahan tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi, sepanjang hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Terkait dengan hak-hak sipil sebagai warga negara, pembinaan warga penghayat kepercayaan agar tetap berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagaimana yang selama ini telah berjalan dengan baik.
7. Oleh karena putusan MK sesuai konstitusi, bersifat final dan mengikat (final and binding), maka MUI mengusulkan kepada pemerintah agar kepada penghayat kepercayaan diberikan KTP-Elektronik yang mencantumkan kolom 'kepercayaan', tanpa ada kolom 'agama'.
8. Pembuatan KTP Elektronik untuk penghayat kepercayaan tersebut hendaknya dapat segera direalisasikan untuk memenuhi hak warga negara yang masuk kategori penghayat kepercayaan.