Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Belum Terima Surat Undangan Pembahasan RUU KUHP

Jubir KPK Febri Diansyah, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum dilibatkan mengenai pembahasan RUU KUHP oleh DPR.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in KPK Belum Terima Surat Undangan Pembahasan RUU KUHP
Tribunnews.com/ Fahdi Fahlevi
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum dilibatkan mengenai pembahasan RUU KUHP oleh DPR.

"Sampai saat ini Biro HUKUM (KPK) belum menerima surat terkait undangan pembahasan RUU KUHP, khususnya sejumlah norma baru korupsi yang akan diatur disana," ungkap Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018).

KPK meminta jika disahkan UU KUHP harus memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia. Komitmen tersebut telah disampaikan oleh KPK ketika melakukan rapat dengan Kemenkumham dan DPR.

Baca: Jelang Sidang Cerai, Pengacara Beberkan Hal yang Terjadi Pada Ahok di Penjara

"KUHP harus memperkuat upaya pemberantasan korupsi seperti yang diratifikasi dalam UN Convention against Corruption (UNCAC)," tegas Febri.

Seperti diketahui, RUU KUHP akan kembali dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada masa sidang 2018. RUU tersebut merupakan salah satu dari 21 RUU prolegnas prioritas.

Berita Rekomendasi

Draf RUU KUHP mendapatkan kritikan karena dianggap akan melemahkan KPK sebagai lembaga anti rasuah.

Sejumlah ketentuan tindak pidana korupsi yang secara khusus sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK turut dimasukkan ke dalam RUU KUHP.

Misalnya, berdasarkan draf Februari 2017, Pasal 687 RUU KUHP senada dengan Pasal 2 UU Tipikor, Pasal 688 RUU KUHP senada dengan Pasal 3 UU Tipikor, Pasal 689 RUU KUHP senada dengan Pasal 4 UU Tipikor, dan sebagainya.

Hukum di Indonesia menganut tiga prinsip. Pertama, produk hukum yang khusus mengalahkan yang umum. Kedua, produk hukum yang tinggi mengalahkan yang rendah, dan ketiga, produk hukum yang baru mengalahkan yang lama.

Dengan demikian, jika RUU KUHP disahkan, UU lama, meskipun mengatur kekhususan, tidak lagi digunakan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas