Polri Didesak Tangkap Aktor di Balik Pabrik Konten Hoaks 'The Family Muslim Cyber Army'
Senin (26/2/2018), aparat menangkap kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA), penyebar isu hoaks dan isu SARA.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti intelijen Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib mengapresiasi kerja Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat penyebar isu-isu provokatif dan hoax di media sosial.
Senin (26/2/2018), aparat menangkap kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA), penyebar isu hoaks dan isu SARA.
Penangkapan dilakukan di beberapa tempat yang anggotanya tersebar di beberapa kota di Indonesia.
Menurut Ridlwan Habib, penangkapan ini baru ujung dari sebuah gunung es.
"MCA itu organisasi yang sangat cair. Ada banyak sekali grup yang memakai nama MCA dan beroperasi secara kompartementasi atau sel terpisah, " ujar Direktur Monitoring Solo8 Centre ini kepada Tribunnews.com, Selasa (27/2/2018).
Baca: Hoax Penganiayaan Ulama dan PKI Ternyata Ulah Kelompok Muslim Cyber Army
Ridlwan menilai pengungkapan "Family Group MCA" akan membuka gunung es sindikasi berita hoax dan ujaran kebencian di Indonesia.
"Dalang utamanya, pabrik narasinya harus ditangkap. Penyebar hoax biasanya tidak sadar ketika berbagi konten yang ternyata isinya fitnah," kata Ridlwan.
Di beberapa grup Whatssapp yang terindikasi menyebarkan hoax, selalu ada pemasok narasi.
"Siapa yang memposting pertama, darimana asal usul info hoax itu yang harus segera dikejar, " jelasnya.
Dari beberapa pelaku yang sudah ditangkap sebelumnya, rata rata mereka mengaku tidak membuat sendiri konten hoax dan fitnah.
"Tapi sudah ada yang membuatkan, yang kemudian setelah dilempar, yang membuat ini mematikan nomornya atau berganti nomor, " ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.
Narasi hoax dibangun seragam. Lazimnya adalah isu isu yang selalu terkait dengan politik, terutama menyerang pemerintah dengan bumbu bumbu kata yang seolah olah heroik.
Ini disebut sebagai black propaganda.
"Teknik melempar desas desus ini klasik, dulu sebelum ada media sosial desas desus disebar dengan selebaran, dengan obrolan warung ke warung, sekarang lewat whatssap, " ujarnya.
Efeknya juga mengerikan. Sebab, dengan fitur copy paste, sebuah berita hoax bisa viral dalam hitungan detik.
"Kalau seseorang mempunyai 10 grup WA dengan total anggota 500 orang, dalam waktu 3 menit, hoax bisa dibaca ke 500 sasaran, " jelasnya.
Setidaknya ada dua sebab mengapa hoax gampang tersebar. Pertama, ada unsur ekslusif dan yang kedua, unsur heroik.
"Seseorang ketika mendapat informasi yang beda dengan arus media mainstream merasa ekslusif dan penting. Lantas dia ingin dianggap orang penting dan hebat dengan menyebarkannya ke orang lain, " kata Ridlwan.
Lebih lanjut motivasi yang kedua adalah merasa sebagai hero.
"Wacana bahwa pemerintah zalim, pemerintah represif terus digaungkan, jadi siapapun yang mendapat info anti pemerintah, seolah olah dia menjadi pahlawan dan yakin bahwa yang dia sebarkan itu membela ummat, " tegasnya.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat penyebar isu-isu provokatif di media sosial. Penangkapan dilakukan di beberapa tempat pada Senin (26/2/2018).
Adapun keempat tersangka yang ditangkap adalah ML di Tanjung Priok, RSD di Pangkal Pinang, RS di Bali, dan Yus di Sumedang.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Fadil Imran mengatakan, para pelaku tergabung dalam grup WhatsApp "The Family MCA (Muslim Cyber Army)".
"Berdasarkan hasil penyelidikan, grup ini sering melempar isu provokatif di media sosial," ujar Fadil melalui keterangan tertulis, Selasa (27/2/2018).
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu. Tidak hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus pada orang tertentu.
"Menyebarkan virus yang sengaja dikirimkan kepada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima," kata Fadil.
Fadil mengatakan, para tersangka dijerat dengan dugaan menyebar ujaran kebencian kepada orang lain berdasarkan diskriminasi SARA.
Selain itu, mereka juga diduga sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elekteonik tidak bekerja sebagaimana mestinya. Penyidik tengah memeriksa para tersangka secara intensif.
Fadil memastikan pihaknya akan mendalami pelaku lain dari grup-grup yang diikuti para tersangka. (*)