Keponakan Novanto Berbelit-belit, Ditegur Hakim Agar Tidak Grogi
Ketua majelis hakim Yanto berulang kali menasehati keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, agar tak perlu grogi saat memberikan keterangan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua majelis hakim Yanto berulang kali menasehati keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, agar tak perlu grogi saat memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Irvanto tampak gugup saat menjawab pertanyaan hakim.
"Anda santai saja, tidak perlu grogi seperti itu. Santai saja. Apa perlu minum?" kata Hakim Yanto.
Irvanto dan sembilan saksi lainnya dihadirkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Setya Novanto.
Irvanto dan dua saksi lainnya mendapat giliran bersaksi pada sesi kedua.
Dalam persidangan, Irvanto ditanya oleh majelis hakim seputar kepemilikan PT Murakabi Sejahtera.
Ia juga ditanya seputar keikutsertaan perusahaan itu dalam proyek pengadaan e-KTP.
Namun, menurut hakim, keterangan Irvan berbeda dengan keterangan sejumlah saksi lainnya.
"Boleh ngalur ngidul, tapi kami bisa pilih. Soalnya hampir semua saksi sebut nama Anda. Makanya santai saja," kata Yanto.
Sebelumnya, KPK menetapkan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Baca: Mahfud MD Bukan Tak Mau Jadi Cawapres Tapi Tak Ingin
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan e-KTP melalui perusahaannya yakni PT Murakabi Sejahtera.
Dia juga ikut beberapa kali dalam pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek e-KTP.
Selain itu, menurut KPK, Irvanto diduga mengetahui adanya permintaan fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Kemudian, Irvanto diduga menerima total 3,5 juta dollar AS yang diperuntukkan kepada Novanto.
Sementara itu tiga pengusaha money changer bersaksi.
Para saksi mengaku menyerahkan uang 3,5 juta dollar Amerika Serikat kepada keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
Ketiga saksi tersebut yakni Marketing Manager PT Inti Valuta, Riswan alias Iwan Barala.
Kemudian, Komisaris PT Berkah Langgeng Abadi, Juli Hira; dan pegawainya, Nunuy Kurniasih.
"Jadi saya kasih ke Irvanto total 3,5 juta dollar AS. Seingat saya tiga kali pemberian," ujar Iwan kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Iwan, awalnya Irvanto mendatanginya dan mengatakan bahwa ia memiliki uang di luar negeri.
Adapun, uang yang dimaksud berasal dari Biomorf Mauritius, salah satu perusahaan yang merupakan vendor produk biometrik untuk proyek e-KTP.
Namun, menurut Iwan, Irvanto meminta penarikan uang itu tidak melalui sistem transfer langsung.
Irvan meminta agar penarikan uang melalui barter antar-sesama money changer.
Setelah itu, Iwan menghubungi Juli Hira yang memiliki koneksi money changer di luar negeri.
Iwan kemudian memberikan nomor rekening yang diberikan Irvan kepada Juli Hira.
Dalam prosesnya, uang dari Biomorf Mauritius ditransfer kepada beberapa perusahaan yang menjadi klien sejumlah money changer di Singapura.
Baca: Buwas Yakin Heru Winarko Mampu Berantas Narkoba Meski Terkesan Agak Santai
Begitu uang ditransfer, Juli Hira melalui pegawainya, Nunuy, menyerahkan uang dalam bentuk dollar AS secara transfer kepada Iwan.
"Penyerahan ke Pak Iwan ada empat tahap," kata Nunuy.
Pertama, sebesar 1 juta dollar AS pada 20 Januari 2012.
Kemudian, tahap kedua 1 juta dollar AS pada 26 Januari 2012.
Kemudian, tahap ketiga sebesar 1 juta dollar AS pada 31 Januari 2012, dan tahap keempat sebesar 550 ribu dollar AS pada 6 Februari 2012.
Tahu dari Media
Akhir Februari 2018 kemarin, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Kedua tersangka yang penetapannya diumumkan langsung oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo yakni mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (IHP) yang juga keponakan Setya Novanto dan teman Setya novanto sekaligus mantan bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung (MOM).
Keduanya, berasal dari unsur swasta.
Baca: Pengacara Abu Bakar Baasyir Tuding Australia Terlalu Jauh Intervensi soal Nasib Kliennya
Irvanto dan Made Oka merupakan tersangka ketujuh dan kedelapan dalam kasus korupsi e-KTP. Sebelumnya KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Kedua tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Tipikor No 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana.
Dikonfirmasi soal keponakannya yang menjadi tersangka, Setya Novanto mengaku sudah mengetahui dari pemberitaan di media yang dia tonton saat berada di dalam Rutan Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Ya saya mendengar dari media, nanti kita lihat perkembangannya di sidang ya. Dia (Irvanto) memang benar keponakan saya," kata Setya Novanto.
Soal dalam surat dakwaan Setya Novanto, disebutkan ada nama Made Oka yang juga menerima uang dari proyek e-KTP, Setya Novanto enggan mengomentari lebih lanjut.
Kembali pada Irvanto, apakah memang Irvanto juga ikut mengurusi bisnis dan usaha miliknya?
Setya Novanto menjawab dia tidak ada kaitan dengan bisnis sang ponakan.
"Enggak, saya sama sekali enggak pernah ikut campur urusan bisnis keponakan saya itu," ungkap Setya Novanto. (Tribun Network/theresia felisiani/kps/wly)