Kisah Anak Pemecah Batu Cium Kaki Ayahnya karena Sukses Jadi Polisi, Dulu Sering Makan Nasi Berkutu
Bripda Asrul (20) masih ingat betul saat-saat dia bermimpi menjadi seorang polisi, perjuangan untuk meraihnya serta segala emosi yang menyertainya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Bripda Asrul (20) masih ingat betul saat-saat dia bermimpi menjadi seorang polisi, perjuangan untuk meraihnya serta segala emosi yang menyertainya.
Berbekal doa dari orangtuanya, Asrul termotivasi dan bersemangat untuk mendaftar ke sekolah calon bintara (Secaba) Polri di SPN Batua, Sulawesi Selatan.
Asrul membongkar tabungannya yang selama ini menjadi kuli bangunan.
Tabungannya itu digunakan Asrul membiayai segala kebutuhan pendaftaran seperti biaya fotocopy, biaya foto, biaya berkas-berkas, makan dan minum saat mengantri mendaftar hingga mengikuti tahapan seleksi dan biaya transportasi.
Asrul tak bisa berharap banyak kepada orangtua karena ayahnya hanyalah seorang pemecah batu.
Dia juga tak peduli dengan isu uang di balik pendaftaran calon polisi.
Baca: Kisah Haru Bripda Asrul, Cium Kaki Ayahnya yang Berprofesi Pemecah Batu Usai Dirinya Dilantik
Diiringi doa orangtuanya, Asrul berangkat dari rumahnya di kawasan BTN Bataraugi, Kelurahan Daya, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, untuk mendaftar.
Dari awal hingga akhir prosesnya, Asrul selalu dibonceng motor oleh sahabatnya, Muhammad Awalul, yang juga mendaftar Secaba Polri 2017.
Asrul dan Awalul bersahabat sejak SMP. Keduanya tidak terpisah, pun ketika mendaftar TNI dan Polri.
Berjuang meski pernah gagal Bripda Asrul (kiri), polisi muda yang mencium kaki ayahnya, Syamsuar (45), setelah resmi dilantik menjadi polisi di Sekolah Polisi Negara Batua, Sulawesi Selatan.
Ini bukan kali pertama mereka mendaftar menjadi calon polisi. Sebelumnya, dua bersahabat ini pernah mendaftar dan gagal, dua kali tidak lulus saat mengikuti seleksi sebagai anggota TNI dan sekali saat mengikuti seleksi Secaba Polri.
Namun, kegigihan mereka berbuah. Saat mendaftar kedua kalinya di Secaba Polri tahun 2017, kedua sahabat ini pun akhirnya lulus bersama dan telah dilantik sebagai anggota Polri, Selasa (6/3/2018).
Asrul sangat ingat saat memutuskan kembali mendaftar Secaba Polri. Saat itu, dia baru saja gagal dalam seleksi anggota TNI.
Dia pun lewat di depan SPN Batua dan melihat spanduk Tribrata yang terpasang sedang membuka pendaftaran. Semangatnya pun kembali.
"Jadi polisi, cita-cita saya sejak kecil. Kedua orangtua saya tidak punya uang, tetapi saya terus berusaha. Saya tidak perdulikan dengan isu mendaftar polisi pakai uang banyak. Hanya dengan doa dari kedua orangtuaku. Alhamdulillah saya bisa lulus," kata Asrul.
Karena sudah memiliki cita-cita ini sejak kecil, Asrul giat berlatih dan belajar.
Sejak masih duduk di bangku SMP, Asrul setiap harinya terus latihan lari dan berenang.
"Saya terus bertekad dan berusaha agar bisa lulus polisi untuk menaikkan derajat keluargaku. Dulunya kami tidak dianggap oleh warga karena saya hanya kuli bangunan dan bapakku hanya tukang batu. Tapi setelah lulus polisi, warga semua menyalami dan banyak datang ke rumah," tuturnya.
Setelah lulus dan dilantik, Asrul yakin kehidupan keluarganya akan lebih baik.
Matanya berkaca-kaca ketika ingat dulu mereka kerap makan nasi yang berkutu karena orangtuanya tidak memiliki uang membeli beras yang bagus.
"Sering dulu makan nasi berkutu. Kata Ibu, 'sabar ya Nak, makan apa adanya'," kata Hasrul lalu meneteskan air mata.
Doa Orang Tua
Doa orangtua Di balik itu, dia ingat besarnya restu yang diberikan oleh kedua orangtuanya untuk dia mendaftar sebagai calon polisi.
Ayahnya pasrah dan memberi restu asalkan Asrul memiliki tekad kuat dan semangat untuk menjadi abdi negara. "Kedua orangtuaku dan keluargaku yang lain terus berdoa.
Bahkan, ibuku mengiriku doa Alfatihah sebanyak 1.000 kali saat mendaftar. Pesannya ibu, terus saja berusaha dan ada Allah yang sudah mengatur semuanya.
Ditambah juga nazar ayahku, beribadah terus jika saya lulus," katanya.
Ayah Asrul, Syamsuar menambahkan, dirinya tidak mempunyai uang banyak untuk meloloskan anaknya masuk polisi jika ada suap menyuap. Dimana dirinya hanya sebagai tukang batu, bahkan terkadang tidak bekerja.
"Saya tidak punya uang, saya cuma tukang batu. Kalau tidak ada kerjaan, saya ngojek, atau memulung besi-besi tua lalu dijual. Kalau saya ngojek, biasa Rp 50.000 dan kadang hanya Rp 20.000. Jadi kalau ada bayar-bayar, saya tidak sanggup. Hanya doa saya dan istriku, Rosnah yang mengiringi anakku Asrul saat mendaftar polisi," katanya.
Setelah mendaftar dan mengikuti tahapan seleksi secaba Polri, Syamsuar pun bernazar akan lebih mempekuat ibadahnya jika anaknya lulus.
"Saya dulu shalatnya tidak lima waktu, tapi alhamdulillah sekarang tidak lagi. Karena itu nazarku jika anakku lulus, shalatku tidak bolong-bolong lagi," katanya sambil menangis di depan awak media dan Kepala SPN Batua Kombes Polisi Fajaruddin, Kamis (8/3/2018).
Kombes Fajaruddin mengaku sempat kaget didatangi dan dipeluk oleh Syamsuar sesaat setelah pelantikan anggota Polri baru 2018. Saat dipeluk, lanjutnya, Syamsuar menangis dan mengatakan sesuatu.
"Alhamdulillah, anak saya lulus padahal saya ini cuma tukang batu," katanya menirukan ucapan Syamsuar saat itu.
Di situlah, Fajaruddin baru tahu status keluarga salah satu dari lima ratusan lebih siswa Polri yang telah dilantik itu.
"Saya langsung teringat sama ayahku dulu saat dipeluk ayahnya Syamsuar. Kisahnya sama seperti saya. Ayahku dulu guru mengaji, tidak punya uang untuk menyogok-nyogok. Tapi berkat doa kedua orangtuaku, saya pun lulus perwira polisi," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Polisi Anak Pemecah Batu Cium Kaki Ayah, Dulu Tak Dianggap Kini Semua Datang Menyalami"
Penulis : Kontributor Makassar, Hendra Cipto