Para Pekerja yang dirumahkan Minta Kepastian Status Kepada Freeport
"Kami harus keluarkan biaya sendiri, bahkan ada yang tadinya pengobatan tradisional dan meninggal. Ada 16 orang yang sudah meninggal," paparnya
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Imanuel Nicolas Manafe

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PT FI) merumahkan sekira 3.000 karyawan saat sempat berhenti beroperasi pada Februari 2017 lalu.
Pemberhentian sementara operasi Freeport karena permasalahan mengenai izin ekspor tambang antara Freeport dan pemerintah.
Kini para pekerja yang masih dirumahkan mempertanyakan nasib mereka, pasalnya sejumlah fasilitas mulai dicabut seperti tunjangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Padahal mereka merasa belum ada pernyataan resmi mengenai pemberhentian hubungan kerja (PHK).
"BPJS Ketenagakerjaan klaim kami tidak ada hubungan dengan Freeport, sehingga kami dihentikan. Hanya karena Freeport kirim surat ke BPJS Ketenagakerjaan bahwa kami sudah mengundurkan diri," ungkap Deddy Muklis, Komisaris, Pengurus Serikat Kerja PTFI, di kawasan Cikini, Jakarta Selatan, Minggu (11/3/2018).
Karena dicabutnya fasilitas tersebut ada pekerja yang harus pergi ke pengobatan tradisional guna menghemat pembiayaan.
"Alhasil, kami harus keluarkan biaya sendiri, bahkan ada yang tadinya pengobatan tradisional dan meninggal. Ada 16 orang yang sudah meninggal," papar Deddy.
Deddy menuturkan para karyawan mendesak status mereka karena mereka merasa belum ada juga keputusan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
"Kami belum di PHK di Kemenaker, harus dicatatkan juga," pungkas Deddy.