Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Besarnya Biaya Kampanye Sebabkan Banyak OTT Calon Kepala Daerah

Menurut dia, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap calon kepala daerah itu terjadi karena besarnya uang membiayai kegiatan

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Besarnya Biaya Kampanye Sebabkan Banyak OTT Calon Kepala Daerah
Glery Lazuardi/Tribunnews.com
Agus Widjojo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Letjen (Purn) Agus Widjojo, menyoroti maraknya penangkapan sejumlah calon kepala daerah yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap calon kepala daerah itu terjadi karena besarnya uang membiayai kegiatan operasional kampanye dan tidak ada dukungan dari partai politik.

"Marak kasus OTT menjadi indikator politik uang dalam sistem politik. Besarnya uang untuk mendukung kampanye dan tidak ada dukungan dari partai politik," tutur Agus, ditemui di Kantor Lemhanas, Jakarta Pusat, Rabu (14/3/2018).

Dia menjelaskan, pasangan calon kepala daerah harus mencari uang sendiri untuk menutupi biaya kampanye. Sedangkan, partai politik tidak dapat memberikan bantuan secara maksimal.

Sampai saat ini, dia menilai, belum jelas mekanisme partai politik mulai dari sistem manajemen pendanaan partai politik hingga penyiapan kader.

Baca: Hadir Sebagai Saksi Kasus First Travel, Vicky Shu Minta Didahulukan

"Bagaimana menghilangkan ini," kata dia.

Berita Rekomendasi

Selain itu, parpol dianggap tidak serius menjalankan marwah dalam pemilihan umum. Hal itu terbukti dari kualitas kepala daerah yang diusung parpol. Tidak ada kaderisasi yang memunculkan sosok unggulan.

Parpol hanya fokus pada kepentingan sempit dan sibuk terhadap urusan internal. Belum sampai pada taraf memikirkan bangsa negara. Indikasi ini terlihat dari banyaknya OTT KPK terhadap kepala daerah.

Menurut Agus, terjadi OTT dikarenakan parpol tidak ambil bagian mendidik kader. Dampak yang dipikirkan hanya kepentingan semu, seperti uang dan membayar utang politik. Sehingga, siklus berulang tidak ada perbaikan sistem dari masa ke masa.

"Tidak ada introspeksi dari pemilihan umum sebelumnya. Masih begitu-begitu saja antara pemilu yang satu dan lainnya. Pada saat mendekati pemilu mereka tergopoh-gopoh karena tidak punya kader dan tidak ada yang bisa diharapkan. Karena banyak kader yang tertangkap OTT," kata dia.

Selain itu, kondisi tersebut diperparah budaya Indonesia terkait politik. Tidak ada regenerasi tokoh yang dimunculkan sebagai calon pemimpin. Mayoritas, semua parpol mengandalkan calon dari internal partai atau inkumben.

"Kami biasa mengandalkan yang sudah ada. Itu zona nyaman," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas