KOPEL: Jangan Terus Bikin Akrobat Politik, Presiden Jokowi Harus Tanggung jawab Selesaikan UU MD3
"Perlu dipahami semua pihak, UU ini adalah produk bersama DPR dan Pemerintah dalam hal ini Presiden. Ini dibahas bersama."
Penulis: Choirul Arifin
Dia menilai, ajakan Jokowi agar para pemerhati UU MD3 ramai ramai mendatangi Mahkamah Agung (MK) adalah sikap tak lebih dari lempar batu sembunyi tangan. "Ada kewenangan, tapi tidak berani menanggung resiko," kata Syamsuddin.
KOPEL juga berharap MK mempercepat proses sidang atas pengujian UU ini. Ini bisa menjadi moment bagi MK mengembalikan wibawanya di mata publik yang selama ini juga tergerus karena ulah ketuanya.
Aturan dalam MD3 bukan hanya soal kritik. Melainkan benar benar sudah sesak pikir memaknai lembaganya selama ini.
"Apa yang disebut hak imunitas? Hak imunitas itu memang harus ada. Tapi itu berkaitan dengan proteksi dirinya dalam menjalankan tugas. Misal seorang anggota DPR tidak boleh diproses hukum karena dalam rangka tugasnya mengkritik pemerintah. Di stulah imunitasnya. Kekebalan hukum diberikan dalam menjalankan tugas. Bukan kekebalan atas proses hukim krn korupsi atau mencuri. Juga bukan kekebalan kritik dari konstituen. Itu bagi saya sesak pikir," jelasnya.
Sama seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). MKD adalah lembaga pengawas internal DPR yang dibentuk dalam rangka memastikan anggota DPR menjaga etik saat bekerja.
MKD mengawasi internal anggota. Tidak ada urusan dengan luar. "Kalau ada masyarakat menghina DPR. Bagaimana standarnya. Memmangnya DPR siapa yang punya? Bukan milik person. Lalu disebut pencemaran nama baik. Nama siapa yang dicemarkan?"
"Bagi saya, hendaknya revisi MD3 justru harus menyeluruh. MD3 harusnya didesain ubtuk mewujudkan parlemen bersih. Parlemen amanah. Bukan sebaliknya menjadi parlemen otoritarian," tandasnya.