Lebih 205 Ribu Orang Dukung Petisi Tolak UU MD3
Lebih dari 205 ribu orang mendukung petisi tolak UU MD3 dalam change.org/tolakuumd3.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari 205 ribu orang mendukung petisi tolak UU MD3 dalam change.org/tolakuumd3.
Petisi nasional ini merupakan terbesar dan tercepat didukung masyarakat.
Gerakan ini dinisiasi Koalisi mayarakat sipil tolak UU MD3 yang terdiri dari lembaga seperti Yappika-Action Aid, Kode Inisiatif, Kopel Indonesia, PSHK, Perludem, ICW, dan Indonesia Budget Center.
Baca: Ratusan Takmir Masjid se-Jabodetabek Mendeklarasikan Cegah Politisasi Masjid
Adelline Syahda dari Kode Inisiatif menyampaikan, ketidaktahuan Presiden akan kehadiran pasal-pasal kontroversi dalam UU MD3 menunjukkan tidak berjalannya fungsi pengawasan antara Presiden dan Pemerintah yang mewakilinya dalam pembahasan revisi UU MD3.
Keadaan ini menurutnya, mengkonfirmasi ada komunikasi dan koordinasi yang tidak berjalan pada saat pembahasan.
Baca: Alasan Golkar Belum Umumkan Calon Wakil Presiden Untuk Pendamping Jokowi
Proses pembahasan Revisi UU MD3 tidak berjalan sebagaimana yang diatur dalam UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang harusnya dilalui dengan pembicaraan tingkat 1 dan tingkat 2.
"Sekarang, ada kesempatan buat Presiden untuk menebus kesalahan ini dengan menentukan sikap atas penolakan UU MD3 ini," ujarnya dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Kamis (15/3/2018).
Baca: Fakta Soal Kematian Mantan Wakapolda Sumut: Kaki Terikat, Penyebab Kematian, Hingga Bukti Signifikan
Dalam petisi tersebut, pengagas menjelaskan isi krusial dalam UU MD3.
Berikut isi petisi tersebut;
Pertama, tiap orang yang dianggap “merendahkan DPR” dapat dipenjara.
Ini adalah upaya untuk membungkam masyarakat yang ingin mengkritik DPR.
DPR seakan menjadi lembaga yang otoriter.
250 juta masyarakat terancam dengan peraturan ini, apalagi jelang Pilkada, Pileg, dan Pilpres.
Mau bentuknya seperti meme setnov dulu, ataupun tweet, bahkan dikutip di media sekali pun bisa kena.
Kedua, kalau dipanggil DPR, tidak datang sama dengan bisa dipanggil paksa oleh polisi .
Pemanggilan paksa ini termasuk kepada pimpinan KPK yang sebelumnya bukan menjadi kewenangan DPR.
Langkah ini bisa menjadi intervensi DPR terhadap proses pemberantasan korupsi di KPK.
Ketiga, kalau anggota dewan mau diperiksa dalam kasus, harus dapat persetujuan MKD (Majelis Kehormatan Dewan), yang anggotanya ya mereka-mereka lagi.
Hal ini dapat menghambat pemberantasan korupsi dengan semakin sulitnya memeriksa anggota DPR yang diduga melakukan korupsi.
Lama-kelamaan, ini akan membuat korupsi makin tumbuh subur di DPR.
Meski DPR tahu bahwa masyarakat akan banyak menentang, tapi mereka tetap mengesahkan UU MD3.
Mungkin karena itu disahkan secepat kilat.
"Kalau kamu juga tidak setuju wakil rakyat tidak boleh dikritik rakyat, tanda-tangani petisi ini dan sebar ke semua teman-temanmu," demikian ajakan dalam petisi tersebut.