KPU Tampung Aspirasi Soal Usulan Penggantian Kepala Daerah
Dia menjelaskan, KPU RI dapat menerima masukan dari berbagai pihak, seperti elemen masyarakat
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempertimbangkan mengganti calon kepala daerah berstatus tersangka. Lembaga penyelenggara pemilu itu menyerap aspirasi dari berbagai pihak.
Hal ini dilakukan karena terdapat sejumlah calon kepala daerah yang diproses hukum saat tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018.
"Ini masih menjadi bahan pertimbangan. Kami tentu menyerap aspirasi publik," tutur anggota KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi, di kantor KPU RI, Senin (19/3/2018).
Dia menjelaskan, KPU RI dapat menerima masukan dari berbagai pihak, seperti elemen masyarakat, pemerintah, dan DPR RI.
Menurut dia, masing-masing pihak mempunyai pandangan berbeda mengenai wacana penggantian calon kepala daerah.
"Kami pertimbangkan tentu harus berpegang pada prinsip hukum. Tetapi di sisi lain berpegang pada prinsip penyelenggaraan pemilu yang jujur adil, anti korupsi dan seterusnya," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dapat menyelamatkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018. Saat ini tercatat sudah enam calon kepala daerah ditetapkan tersangka oleh KPK.
Selain menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), KPU RI mempunyai kewenangan untuk dapat mengganti calon kepala daerah yang berstatus tersangka. Upaya ini dilakukan dengan cara mengubah PKPU pencalonan.
Direktur Perludem, Titi Anggraini, mengatakan perubahan itu dilakukan dengan cara memanfaatkan kewenangan atribusi KPU RI menyusun Peraturan KPU sebagai pelaksanaan UU dengan mengubah PKPU Pencalonan PKPU Nomor 3 Tahun 2017 juncto PKPU Nomor 15 Tahun 2017.
Dia menjelaskan, KPU RI dapat mengubah makna berhalangan tetap. Salah satunya ketika seseorang ditahan karena operasi tangkap tangan atau pengembangan perkara.
Penggantian calon kepala daerah berstatus tersangka itu, kata dia, bukan upaya memberikan kesempatan kepada partai politik mengganti calon secara mudah.
Namun, dia menilai, upaya penggantian itu sebagai jalan tengah di tengah situasi abnormal luar biasa agar tidak ada orang yang bermasalah hukum terpilih di pilkada.
Untuk pembuatan Perppu, menurut dia, diperlukan keberanian dari Presiden Joko Widodo. Namun, dia melihat ada situasi kekosongan hukum yang memenuhi persyaratan untuk dikeluarkan Perppu.
Sementara itu, revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada memerlukan waktu. Selain itu, diperlukan kemauan dari presiden dan DPR sebagai pembuat undang-undang untuk bisa bekerja cepat.
Sebelumnya, Pilkada serentak 2018 diwarnai segelintir calon kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Sedikitnya yang sudah ketahuan ada enam calon kepala daerah yakni calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun berikut putranya Adriatma yang tidak lain adalah Wali Kota Kendari.
Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae, ditambah calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, selain itu sebelumnya calon Bupati Jombang Nyono Suharli juga dicokok KPK. Serta calon Gubernur Lampung, Mustafa.
Terakhir, calon Gubernur Maluku Utara, berinisial AHM ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Sebelumnya, dia pernah menjabat sebagai mantan Bupati Kepulauan Sula.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.