AS dan China Diperkirakan Ikut 'Bermain' pada Pilpres 2019 Mendatang
Menurut Syahganda, kecurigaannya tersebut sebenarnya sudah sangat disadari oleh rakyat Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, menegaskan negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS) maupun China diperkirakan akan ikut bermain dalam pemilu maupun pemilihan Presiden RI mendatang.
"Jangankan pemilu atau pun pemilihan presiden, untuk pilkada saja mereka punya kepentingan. Pasalnya Amerika Serikat maupun China memiliki kepentingan di Indonesia yang dianggap strategis," kaya Syahganda kepada wartawan di sela diskusi tentang Netralitas KPU yang diselenggarakan Soekarno Hatta institute, Senin (19/3/2018) di Jakarta.
Menurut Syahganda, kecurigaannya tersebut sebenarnya sudah sangat disadari oleh rakyat Indonesia.
Misalnya, dalam pilkada DKI 2017 dan pilpres 2014 dimana masing-masing Wapres Amerika dan mantan Presiden Amerika berkunjung saat berlangsungnya pemilihan atau prosesnya belum selesai.
Baca: KPU Catat Daftar Pemilih Sementara Untuk Pilkada 2018 Sebanyak 152.092.310
Ditambah, kata dia, sebuah media online nasional pernah melakukan polling yang 55,54 % respondennya sepakat bahwa ada campur tangan asing dalam pemilihan presiden.
Bukan hanya campur tangan dalam masalah pemikiran/opini saja, yang bisa dilakukan melalui dunia internet, tetapi juga kemungkinan besar ikut campur tangan dalam aliran dana.
"Ada indikasi mereka melakukan itu," tandasnya.
Menurut Syahganda, kenyataan yang ada di dunia saat ini bisa lihat dan rasakan campur tangan Amerika dan Barat pada urusan dalam negeri orang lain, pun pasti tidak terkecuali di Indonesia.
AS telah banyak mempengaruhi naik - turunnya berbagai rezim penguasa di berbagai belahan dunia, khususnya Dunia Islam.
CIA berperan dalam suksesi kepemimpinan nasional di beberapa negara di dunia. Telah banyak fakta-fakta yang diungkap bahwa di Dunia Islam, AS berperan besar dalam memunculkan kepemimpinan di Arab Saudi, Mesir, Yordania, Kuwait, Aljazair, dan lain – lain, termasuk yang paling terakhir adalah rezim Afganistan dan Irak.
"Amerika Serikat sangat menginginkan presiden terpilih dipegang oleh orang yang bisa dikendalikan, yakni yang paling lemah di antara para calon presiden (Capres) yang ada di negara twrsebut. Sebagian kelompok tentara dan mantan tentara memiliki hubungan yang baik dengan Amerika," paparnya.
Ikut campurnya Amerika ini karena mereka berkepentingan untuk mengendalikan kekuatan Asia, yaitu Tiongkok (China).
Indonesia memiliki posisi yang menguntungkan bagi Amerika, terutama geo politik dan geo strategisnya. Indonesia sendiri saat ini belum bisa melepaskan pengaruh Amerika tersebut, apalagi Amerika posisinya sebagai negara adidaya.
Celakanya lagi, bagi pihak Amerika, Indonesia saat ini dinilai sudah masuk ke wilayah pengaruh China, musuh politik Amerika saat ini diduga selama rezim Jokowi berkuasa.
"Secara geopolitik seperti telah diungkapkan di atas, posisi Indonesia sangat strategis di kawasan Asia Pasifik dan Selat Malaka," tandasnya.
Sementara, lanjut mantan Komisaris PT Pelindo ini, secara ekonomi Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan sumberdaya alam dan mineral, baik di darat maupun di laut.
Sementara mantan anggota DPR dari Fraksi PAN, Hatta Taliwang, mengatakan berdasarkan sebuah pernyataan yang pernah diungkapkan oleh seorang aktivis Umar Abduh, yang secara gamblang mengatakan, bahwa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu sebenarnya dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa.
"Saat itu Umar Abduh menunjukkan data yang disebutnya dari Institusi Negara. Nah, kalau memang Umar Abduh berbohong, kenapa tidak ada yang melaporkan Muhammad Abduh ke pihak berwajib," terang Direktur Eksekutif Institut Soekarno Hatta di Jakarta, Senin (19/3/2018).
Berangkat dari situ Hatta berharap KPU bisa berlaku jujur dan adil dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 mendatang.
"Karena ada peristiwa Umar Abduh itulah sedikit banyaknya ada bukti kecurangan dalam Pilpres," tandasnya.