4 Tanggapan Petinggi Parpol Soal Pidato Prabowo yang Sebut Indonesia Bubar 2030
Pernyataan bubarnya Indonesia di tahun 2030 sendiri dikutip Prabowo dari karya novel fiksi 'Ghost Fleet' yang ditulis oleh PW Singer dan August Cole.
Penulis: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu ini sosok Prabowo tengah menjadi pusat perhatian publik.
Ketua Umum Partai Gerindra tersebut menyatakan jika 'Republik Indonesia tidak ada lagi tahun 2030'.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Prabowo Subianto dalam Konferensi Nasional dan Temu Kader Partai Gerindra yang videonya diunggah di media sosial oleh akun resmi Gerindra, Senin (19/3/2018).
Dalam video tersebut, Prabowo yang mengenakan baju putih dan berpeci tampak bersemangat dan menggebu-gebu menegaskan pernyataan tersebut dalam pidatonya.
"Saudara-saudara! Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara. Gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini," ucap Prabowo.
"Tetapi, di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung! Mereka ramalkan kita ini bubar," imbuhnya.
Ucapan Prabowo terkait ramalan Indonesia bubar di tahun 2030 inilah yang menjadi polemik di mata masyarakat.
Hal ini terjadi karena pernyataannya itu dinilai oleh beberapa pengamat politik sebagai hal yang kontraproduktif dengan semangat pencapresan eks Danjen Kopassus itu.
Pernyataan bubarnya Indonesia di tahun 2030 sendiri dikutip Prabowo dari karya novel fiksi 'Ghost Fleet' yang ditulis oleh PW Singer dan August Cole.
Terkait ucapannya tersebut, beberapa pimpinan Parpol pun ikut menanggapi.
Berikut beberapa di antaranya:
1. Wasekjen Partai Demokrat, Rachland Nashidik
Menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut, Rachland Nashidik ikut buka suara.
"Kesan saya, Pak Prabowo cuma mengutip hasil studi tentang perkembangan geo politik Internasional yang bersifat pesimis tentang Indonesia."
"Ia (Prabowo) tidak membuat prediksi sendiri. Namun kelihatannya ia sangat terobsesi dengan studi pihak asing tersebut," ujar Rachland, Selasa (20/3/2018).
Menurut dia, bisa saja satu studi meramal Indonesia akan bubar tahun 2030.
"Tapi jangan lupa ada juga proyeksi dari studi studi lain yang justru optimis memandang peran dan kekuatan Indonesia di masa depan," katanya.
Dalam studi itu, lanjut Rachland, Indonesia dilukiskan sebagai negara demokrasi yang bertambah kuat dan berpengaruh, dengan kesejahteraan rakyatnya yang meningkat pesat.
"Dulu, saat kita memperkenalkan proyek desentralisasi dan otonomi daerah yang sangat massif serta radikal, Indonesia pun diramalkan akan mengalami nasib seperti negara negara Balkan," katanya.
"Saya kira, niat Pak Prabowo sebenarnya baik. Ia mau mengajak kita lebih memedulikan Indonesia. Mungkin adalah gaya khas beliau saja bila ia melakukan itu dengan cara meniupkan ketakutan," kata dia.
Dikatakan bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai perbandingan, melukiskan Indonesia akan mencapai masa keemasan pada 2045.
2. Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hanafi Rais
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional ( PAN) Hanafi Rais mengatakan pidato Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang menyebutkan Indonesia akan bubar pada 2030 harus dimaknai sebagai sebuah peringatan.
"Warning saja, early warning. Makannya jangan dipersempit 2030 bubar, enggak itu," kata Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (21/3/2018).
Menurut Hanafi, pidato Prabowo tersebut untuk mengingatkan kita agar Negara Indonesia dikelola dengan baik.
Sehingga perpecahan seperti yang terjadi pada negara lain tidak menimpa Indonesia.
"Itu warning kalau negara ini tidak dikelola dengan benar, nanti jangan jangan yang terjadi di Soviet Yugoslavia terjadi juga sama kita," ujar putra Amien Rais itu.
3. Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rian Ernest
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest mengatakan keputusan Partai Gerindra menggunakan informasi dari asing untuk di sampaikan di mimbar terbuka, secara tidak langsung mengikis kredibilitas.
Ernest menegaskan, setelah sebelumnya gagal dalam narasihutang, kali ini melalui Ketua Umum dan Wakil Ketua Umumnya, Gerindra mengalihkan wacananya pada informasi yang diperoleh dari negara asing.
Padahal, lanjut Ernest, Gerindra dikenal sering menyuarakan narasi anti-asing.
"Tidak masuk akal bila Gerindra mengakui validitas dan kredibilitas laporan negara asing tersebut. Alih-alih ingin membakar semangat kadernya, penggunaan informasi asing di muka mimbar ini justru dapat membuat publik bertanya-tanya tentang konsistensi Gerindra terhadap wacana 'anti-asing' yang sering mereka suarakan," sindir Ernest.
Apalagi sang Ketua Umum, Prabowo Subianto, lanjut Ernest lagi, yang ingin maju pada pilpres mendatang.
Gerindra, tegas Ernest pada Rabu (21/3/2018), ingin menggunakan strategi politik,seolah-olah dihadapkan pada musuh yang sebenarnya tidak ada.
"Langkah Gerindra dengan narasi informasi yang diperoleh dari negara asing dinilai kurang tepat. Karena musuh terbesar kita hari ini adalah politisi yang menghalalkan segala cara termasuk korupsi dan sentimen SARA," Ernest menegaskan kembali.
4. Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang
Berbeda dengan pendapat Prabowo, menurut Oesman, Indonesia tak akan pernah bubar sampai kapan pun.
"Enggak. Mana mungkin Indonesia bisa bubar. Sampai kiamat Indonesia enggak bubar," kata Oesman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Ia meyakini Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan tidak bisa dibubarkan lantaran memiliki semangat persatuan yang kuat.
Oesman pun meminta semua pihak menjaga ucapannya, apalagi terkait keberlangsungan dan eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan.
"Saya enggak mau campuri urusan Prabowo, tapi bahwa Indonesia enggak bisa bubar. Itu ya. NKRI enggak bisa bubar. Agar semua jaga mulut baik-baik ya. Siapa saja orangnya. Kenapa? Mulutmu harimaumu," kata Oesman lagi.
(Tribunnews.com/ Bobby Wiratama)