Demokrat: Sudah Bagus ada Batasan Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Hinca Pandjaitan ikut berkomentar terkait wacana Judicial review (JR) undang-undang yang mengatur batasan masa jabatan wakil presiden
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan ikut berkomentar terkait wacana Judicial review (JR) undang-undang yang mengatur batasan masa jabatan wakil presiden hanya dua kali.
"Semua orang kan boleh mengajukan JR. Saya juga baru dengar ini. Maksudnya wapres lebih dari dua kali beda dengan presiden. Saya kira biarkan teman-teman lakukan itu, kita hormati itu, karena itu juga mekanisme yang disediakan oleh UU soal hasilnya bagaiman di MK kita lihat," kata Hinca di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Baca: Nikita Mirzani Minta Lucinta Luna Jujur, Lucinta Minta Niki Nggak Usil
Hanya saja Hinca mengatakan batasan jabatan presiden atau wakil presiden telah jelas diatur hanya dua periode. Hal itu menurut Hinca sebagai perbaikan dari era orde baru dimana jabatan presiden dan wakil presiden tidak ada batasannya.
"Saya melihat sudah bagus pasca reformasi ada pembatasan supaya kekuasaan bisa berganti dengan teratur skala 5 tahun, kalau masih memungkinkan 5 tahun kedua. Setelah itu selesai. Dengan demikian kita enggak mengulang lagi sjarah masa lalu," katanya.
Menurut Hinca batasan jabatan presiden atau wakil presiden sekrang ini sudah bagus. Batasan jabatan membuat adanya kaderisasi kepemimpinan yang baik.
"Yuk kita lakoni agar rekrutmen dan sirkulasi kepemimpinan terus jalan. NKRI harga mati, presiden dan Wapres dengan silih berganti dengan kurun waktu yang sudah disepakati," pungkasnya.
Sebelumnya wacana Judicial Review undang-undang yang mengatur batasan jabatan presiden atau wakil presiden diungkapkan wakil ketua Dewan Pembina Golkar Fahmi Idris. JR dilakukan agar wakil presiden Jusuf Kalla dapat kembali mendampingi Joko Widodo di Pemilu 2019 mendatang.
Padahal, batasan jabatan presiden dan wakil presiden diatur dalam UU Dasar 1945 pasal 7 huruf n. Oleh karena itu pergantian tersebut tidak bisa dilakukan melalui uji materi ke MK, melainkan harus melalui amandemen UUD 1945.