Pemuda Muhammadiyah Ajak Publik Tak Pilih Partai Politik yang Masih Calonkan Koruptor SebagaI Caleg
"Watak rente menjadi watak utama Parpol seperti itu," ujar Pendiri Madrasah Antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (2/4/2018).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Politik yang masih mencalonkan mantan narapidana korupsi dalam pemilihan legislatif patut dipertanyakan komitmennya dalam mendukung agenda pemberantasan korupsi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai partai politik tidak mempunyai niat baik bila masih mencalonkan narapidana atau mantan narapidana korupsi.
Baca: Cekik Polisi, Pengedar Narkoba Tewas Ditembak
"Agaknya terang Partai Politik bersangkutan miskin komitmen lawan korupsi dan memang tidak ada itikad baik untuk mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi, watak rente menjadi watak utama Parpol seperti itu," ujar Pendiri Madrasah Antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (2/4/2018).
Untuk itu ia menyarankan publik tidak perlu memilih partai politik yang abai dengan hal tersebut.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung sepenuhnya rencana KPU menerbitkan aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi Caleg.
Baca: Penampakan Alexis Setelah Lima Hari Ditutup Pemprov DKI
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, menilai norma tersebut penting untuk mencegah seorang terpidana korupsi menduduki jabatan politik.
"Secara substansi, kami memandang norma tersebut penting," ujar Febri saat dikonfirmasi, Senin (2/4/2018).
Menurutnya, tidak pantas bagi seorang yang telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi langsung mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau calon legislatif.
Baca: Dikira Terjadi Penyekapan, Ternyata Istri Selingkuh Dengan Teman Kerja
KPK kerap menuntut seorang terdakwa perkara korupsi yang menduduki jabatan politik untuk dicabut hak politiknya.
"Karena itulah, untuk terdakwa kasus korupsi yang menduduki jabatan politik, KPK juga menuntut pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan," kata Febri.