Media Rusia Protes Pernyataan Tsamara Amany: Indonesia Tak Perlu Contoh Putin yang Diktator
Ia merasa perlu menjelaskan komentarnya tentang Putin karena menurutnya, pernyataan itu dia lontarkan semata ditujukan pada publik Indonesia.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany Alatas, sempat memberikan pernyataan mengenai tidak perlunya Indonesia memiliki pemimpin seperti Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pernyataan Tsamara itu menuai kecaman keras media Rusia, bernama RBTH.
Tsamara membaca kritikan RBTH yang menganggap pernyataannya mendiskreditkan Putin melalui postingan di media sosial Facebook (FB), yakni:
https://www.facebook.com/RBTHIndonesia/posts/2182082331801992
"Saya sangat memahami keberatan RBTH. Sebagaimana tercantum dalam laman FB-nya, RBTH adalah sarana kampanye Rusia di dunia internasional. Karena itu, sangat wajar bila RBTH wajib membela citra Putin di dunia internasional," ujar Tsamara, melalui pesan WhatsApp kepada Tribunnews.com, Jumat (6/4/2018).
Ia merasa perlu menjelaskan komentarnya tentang Putin karena menurutnya, pernyataan itu dia lontarkan semata ditujukan pada publik Indonesia.
Hal ini, lanjut dia, merujuk pada pernyataan Waketum Partai Gerindra Fadli Zon yang mengimbau masyarakat Indonesia untuk mencari pemimpin seperti Putin, sebagai pengganti pemimpin yang ‘planga-plongo’.
Tsamara berpendapat pemimpin yang 'planga-plongo' itu hampir pasti ditujukan pada Presiden Indonesia, Joko Widodo.
Lebih lanjut, seperti dikatakan dalam status RBTH, ia menilai tentu saja Fadli berhak untuk mengagumi Putin.
"Tapi saya juga wajib mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa pemimpin seperti Putin, bukanlah pemimpin layak bagi Indonesia yang saat ini berkomitmen memperjuangkan demokrasi dan memerangi korupsi," ungkapnya.
Ketika mengkritik Putin, Tsamara menegaskan bukan berarti dirinya kemudian anti terhadap rakyat Russia yang memiliki peradaban luar biasa.
Baca: Aturan Ganjil Genap Kini Diberlakukan di Ruas Tol Jagorawi
"Ini sama saja ketika kita mengkritik Donald Trump dan cara-caranya memenangkan pemilu dengan menggunakan politik identitas, bukan berarti saya membenci rakyat Amerika Serikat," imbuhnya.
Menurutnya, penilaian tentang kualitas Putin yang diktator, otoriter dan membiarkan korupsi terorganisir, sudah banyak dikemukakan media dan lembaga-lembaga riset ternama di negara-negara demokratis dunia.
"Saya hanya merujuk pada analisis-analisis tersebut. Misalnya, survei The Economist tahun 2017 masih menempatkan Rusia sebagai negara dengan rezim otoritarian," tandasnya.