Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Psikologi Forensik: Sudi Pajak Dipakai Pengobatan Pemabuk

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amril mengemukakan pendapatnya soal korban minuman keras oplosan yang terjadi di Jawa Barat (Jabar).

zoom-in Psikologi Forensik: Sudi Pajak Dipakai Pengobatan Pemabuk
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Asep Caplin (29) melakukan pantomim "Miras Oplosan" di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (11/4/2018). Aksi ini ia lakukan sebagai bentuk keprihatinan atas peristiwa luar biasa lebih dari 40 orang meninggal dunia setelah menenggak minuman keras (miras) oplosan yang terjadi di daerah tempat tinggalnya, Cicalengka, baru-baru ini. Dari puluhan korban meninggal, beberapa diantaranya adalah teman bermain Asep saat kecil. Lewat pantomimnya, Asep berharap peristiwa serupa tidak lagi terjadi karena dapat merusak generasi bangsa. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amril mengemukakan pendapatnya soal korban minuman keras oplosan yang terjadi di Jawa Barat (Jabar).

Seperti diketahui jumlah korban yang tewas mencapai 58 orang akibat menenggak miras oplosan, sebagian yang bertahan hidup, masih dirawat di RSUD Cicalengka dan RSUD lain.

Bupati Bandung, Dadang M Naser pun menetapkan insiden ini sebagai kejadian luar biasa (KLB) pada Selasa lalu (10/4/2018) sehingga warga yang mengeluh keracunan miras bisa mendapatkan biaya pengobatan gratis.

Melihat itu, Reza justru memiliki pandangan lain.

"Justru untuk pasien semacam ini semestinya tidak digratiskan, sudi pajak disalurkan untuk membiayai pengobatan pemabuk," kata Reza via pesan elektroniknya yang diterima Tribun Jabar, Kamis (12/4/2018).

Ratusan korban dirawat di sejumlah rumah sakit‎. Dari ratusan, puluhan diantaranya meninggal dunia. Menurut dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu, tidak tepat menyebut mereka sebagai korban.

Baca: KPK Geledah Rumah Pribadi Bupati Bandung Barat

Berita Rekomendasi

"Apakah mereka dipaksa pihak lain untuk minum miras sampai sengsara?, kalau berasal dari inisiatif sendiri, berarti bukan korban miras, julukan yang pas adalah pemabuk," kata Reza.

Setelah kejadian tersebut, menurutnya bukan lagi bicara soal bagaimana mencegah korban tidak terdampak.

"Jadi pertanyaan yang betul adalah bagaimana menyetop orang agar tidak minum miras," kata dia.

Ia membantah soal pola mengkonsumsi minuman keras sebagai bagian dari rekreasional.

"Eit, efek diktif adlah bereskalasi. Hari ini anggaplah recreational drinking, tapi besok bisa menjadi pathological drinking," katanya.

Baca: Pengamat: Hati-hati Sikapi Syarat PKS Untuk Mendukung Prabowo

Sebagian orang, mengkonsumsi minuman keras atau narkotika dan psikotoprika sebagai bagian dari solusi emosi atas masalah hidup.

"Justru karena mabuk, rasionalitas terganggu sehingga membikin masalah baru dalam hidup. Apalagi ketika duit habis untuk beli miras, lalu mencuri dan menjadi masalah bagi orang lain," kata Reza.
 

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas