Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Prabowo Pilih Cawapres dari PKS atau PAN? Ini Analisis Peneliti Intrans

Persoalan kubu Prabowo adalah soal mengerasnya kompetisi antara PKS dan PAN yang dalam persentasi kursi DPR RI, relatif seimbang.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Prabowo Pilih Cawapres dari PKS atau PAN? Ini Analisis Peneliti Intrans
foto Alex Palit
Prabowo Subianto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca dibacakannya mandat kader Partai Gerindra ke Prabowo Subianto untuk maju menjadi Capres 2019, skenario pasangan Capres-Cawapres memasuki babak baru.

Deputy Institute for Transformation Studies (Intrans), Endang Tirtana mengatakan kini tinggal bagaimana mencoba menebak siapakah nama yang akan dipilih masing-masing Capres untuk menjadi Cawapres pendamping.

"Kriterianya jelas, nama Cawapres harus mampu memberikan efek peningkatan elektabilitas tehadap Capres," ujar Endang di Jakarta, Sabtu (14/4/2018).

Menurut dia, pihak koalisi Jokowi mungkin akan butuh waktu lebih banyak untuk menentukan Cawapres dibandingkan dengan kubu koalisi pendukung Prabowo Subianto.

Sebab koalisi yang gemuk dan banyaknya nama calon pendamping akan menyulitkan Koalisi Jokowi mencapai kata mufakat.

"Sementara Gerindra atau Parabowo Subianto hanya membutuhkan persetujuan dua Parpol pendukung utama yakni PAN dan PKS," ujar Endang.

Baca: PDIP Akui Wacana Jadikan Prabowo Cawapres Jokowi Masih Dibahas Koalisi

Berita Rekomendasi

Dijelaskan Endang, persoalan kubu Prabowo adalah soal mengerasnya kompetisi antara PKS dan PAN yang dalam persentasi kursi DPR RI, relatif seimbang.

Dimana PKS dengan jumlah 40 yang artinya bernilsi 7.4% kursi, sementara PAN sedikit lebih tinggi dengan bermodalkan 47 kursi atau setara dengan 8,6%.

"Gerindra yang sudah memiliki modal dukungan pencalonan sebesar 13% kursi di DPR RI, sebenarnya tinggal membutuhkan 7% dukungan kursi untuk resmi maju sebagai Capres pada Pilpres 2019 mendatang," kata Endang.

"Artinya baik PKS maupun PAN memiliki posisi yang sama kuat untuk mengajukan Cawapres pendamping Prabowo dalam Pilrpres 2019 mendatang," Endang menambahkan.

Dia mengatakan Majelis Syuro PKS sebenarnya sudah lebih dulu membaca bakal kerasnya gesekan di internal koalisi ini.

Sebelum Prabowo dipastikan maju, PKS sudah mengumumkan 9 nama yang diajukan PKS untuk menjadi Capres dan Cawapres.

"Artinya PKS tentu menginginkan posisi Cawapres. Upaya dan keinginan kuat itu makin terasa setelah PKS menggertak pasca mandat kepada Prabowo diumumkan,' katanya.

Sehingga muncul pernyataan dari PKS “Belum tentu mengusung Prabowo Subianto.”

Menurut Endang, PKS sedikit bermain api padahal tidak mudah menggertak seorang Prabowo, apalagi skenario dua partai hampir pasti.

"Demokrat adalah satu-satunya parpol yang tersisa, dengan asumsi PKB tidak akan berpaling dari Jokowi. Persoalannya gabungan jumlah kursi PKS dan Demokrat tidak mencukupi syarat 20% untuk mengusung Capres dan Cawapres," tutur Endang.

Artinya, lanjut Endang, yang harus dilakukan PKS sebenarnya bukanlah menggertak Gerindra dan Prabowo, tapi melakukan persuasi dan meyakinkan Prabowo bahwa calon yang didorong oleh PKS akan melengkapi apa yang belum dimiliki oleh Gerindra.

Beda dengan PKS, Endang mengatakan nampaknya PAN lebih menahan diri untuk berbicara mengenai Cawapres yang akan diajukan mendampingi Prabowo.

Terlihat dari gelagat Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN yang selalu menghindari memberi pernyataan mengenai apakah PAN akan mendorong namanya menjadi Cawapres Prabowo.

"Padahal jika dihitung, sosok Zulkifli Hasan memiliki semua kriteria untuk mendampingi Prabowo," ujar Endang.

Menurutnya, bagaimanapun PAN tidak bisa dilepaskan dari nama Muhammadiyah sebagai salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia. Belum lagi sosok Amin Rais yang kini muncul kembali dengan kritikan-kritikan kepada Jokowi.

"Kehadiran Amin Rais tentu bisa dijadikan salah satu faktor pendongkrak elektabilitas. Nama besar, karakter oposisi sejati, latar belakang jaringan Muhammadiyah merupakan faktor penguat untuk elektabilitas Prabowo," ujar Endang.

Dibandingkan dengan PKS, menurut Endang, Zulkifli Hasan dan PAN jauh lebih menguntungkan Prabowo dalam hal nama Cawapres.

Artinya menggandeng Zulkifli Hasan jauh lebih menguntungkan dibanding menggandeng PKS dengan resiko ditinggalkan PAN.

"Posisi Zulkifli Hasan sebagai Ketua MPR juga bakal menguatkan ekektabilitas Prabowo, plus dukungan dari Amien Rais yang tentu masih memiliki basis pendukung setia di Muhammadiyah," ujar Endang.

Endang mengatakan ini tentu berbeda jika Prabowo akan mengusung nama lain diluar PKS dan PAN.

"Namun dengan sangat terbatasnya ruang koalisi akibat syarat 20% dukungan kursi, maka PKS dan PAN pasti akan mencoba untuk mendapatkan tiket Cawapres dari Prabowo," katanya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas