Menteri Yohana: Perempuan Harus Lawan Diskriminasi dan Eksploitasi
Menteri perempuan asal Papua yang kerap disapa Mama Yo ini berkeyakinan, dengan aset yang dimiliki setiap perempuan Indonesia
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR -- "Saya menyerukan kepada seluruh wanita yang ada di seluruh Indonesia supaya perempuan-perempuan di Indonesia ini bangkit," seru Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise usai mengikuti puncak peringatan Hari Kartini, di Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (21/4/2018).
Menteri perempuan asal Papua yang kerap disapa Mama Yo ini berkeyakinan, dengan aset yang dimiliki setiap perempuan Indonesia, Indonesia akn bersiap menuju planet 50 50 di tahun 2030 mendatang.
Baca: Real Madrid Sudah Tentukan Nasib Pemain, Salah Satu Antara Bale dan Benzema Pasti Out!
"Melihat aset dirinya melanjutkan perjuangan Kartini mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan untuk berjalan setara dengan kaum laki-laki meunju planet 50 50 di tahun 2030," tuturnya.
Namun sebelum itu, ujar Mama Yo, perempuan saat ini harus berani melawan dan menyelesaikan permasalahan yang menimpa kaum perempuan seperti diskriminasi maupun eksploitasi.
"Perjuangan yang sekarang paling mendesak adalah kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi di negara ini. Mengangkat kaum perempuan dari diskriminasi, eksploitasi, sehingga perempuan-perempuan ini menjadi bagian daripada terpenting di negara ini untuk ikut membangun bangsa dan negara," terang Menteri Yohana.
Salah satunya, ujar Yohana, Pemerintah sedang mempercepat aturan untuk pencegahan pernikahan anak dalam bentuk Perppu segera disahkan.
"Mendorong organisasi masyarakat, LSM, NGO, yang hadir kemarin bersama Pak Presiden (Jokowi) mendorong agar pemerintah membuat perppu pencegahan pernikahan anak, jadi itu sudah dibicarakan dan Pak Presiden sudah setuju," kata Yohana.
Diketahui, Council of Foreign Relations mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh Negara atau tepatnya di urutan ketujuh dengan angka absolut pengantin anak tertinggi di dunia; dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 melakukan riset mengenai jenjang pendidikan yang ditempuh oleh perempuan usia 20 – 24 tahun berstatus pernah kawin yang melakukan perkawinan di bawah atau di atas 18 tahun.
Hasilnya cukup memprihatinkan, sebesar 94,72% perempuan usia 20 – 24 tahun berstatus pernah kawin yang melakukan perkawinan di bawah usia 18 tahun putus sekolah, sementara yang masih bersekolah hanya sebesar 4,38%.