Gempar Soekarno Putra Semasa Kecil Berpindah-pindah Rumah, Pernah Ikut Pedagang Buah
Hidup Gempar baru benar-benar mapan setelah bekerja sebagai tukang ketik di kantor notaris Frederik Alexander Tumbuan, di sekitar daerah Gandaria.
Editor: Suut Amdani
Meski ikut famili, ternyata ia tidak diperlakukan sebagai anak biasa dan harus bekerja keras hingga mirip seperti pembantu.
Perlakuan keluarga itu, menurut Gempar, juga sangat menyakitkan. Untuk mencukupi kebutuhannya, ia harus berjualan es.
Pada usia belasan, ia juga pernah menjadi kondektur bemo.
Tapi sekolahnya tidak pernah berhenti, hingga tamat dari SMA Negeri 1 pada 1977 dengan prestasi lima besar.
Beberapa bulan setelah tamat sekolah, Gempar merantau ke Jakarta dan tinggal dengan keluarga pihak ibunya.
Namun ia maklum, jika perlakuan keluarga-keluarga itu juga tidak ramah kepadanya.
Ia sering diperlakukan kasar sehingga harus terusir dan berpindah-pindah rumah.
Bahkan pernah ikut di rumah seorang pedagang buah di daerah Gandaria, Jakarta Selatan.
Hidup Gempar baru benar-benar mapan setelah bekerja sebagai tukang ketik di kantor notaris Frederik Alexander Tumbuan, masih di sekitar daerah Gandaria.
Tahun 1985 ia malah bisa berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Berbekal dari pekerjaan dan kuliahnya, pekerjaan yang digelutinya kemudian lebih banyak terkait dengan hukum atau di perusahaan biasa disebut bagian legal.
Ia juga menjadi konsultan hukum di beberapa perusahaan elektronik seperti Hitachi,
Toshiba, ITT, Grundig, serta beberapa bank.
Dari pekerjaan itu perlahanlahan kehidupannya mulai mapan, setelah memiliki beberapa bidang tanah dan kendaraan di Jakarta.