Kuasa Hukum Novanto Nilai Putusan Hakim Over-Judgement
"Ya karena itu masih jumlah yang belum fix ya, banyak memunculkan spekulasi," katanya
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya, mengatakan pihaknya masih mempelajari putusan majelis hakim terkait uang pengganti U$D 7,3 Juta yang diterima kliennya.
"Ya karena itu masih jumlah yang belum fix ya, banyak memunculkan spekulasi. Saya rasa masih memerlukan kepastian, apalagi menyangkut kurs ya," ujar Firman saat di temui di Rumah Tahanan Kelas 1 KPK, Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/5/2018).
Selain itu, Firman juga mengungkapkan pihaknya tidak sependapat dengan putusan majelis hakim yang menurutnya dianggap over-judgement.
"Beliau kurang sependapat dengan putusan ini ya, ya bagi kami over-judgement, ini kayak warisan kesalahan yang ditimpakan kepada Pak Nov. Tapi Pak Nov dengan jiwa besarnya mau menjalankan kewajibannya sebagai warga negara terkait putusan itu ke Sukamiskin," kata Firman.
Meski dinilai berat, Firman mengatakan kliennya sebagai Warga Negara Indonesia yang taat kepada hukum tetap menghormati putusan Majelis Hakim tersebut.
"Tapi Pak Nov, sebagai warga negara yang baik sudah menyatakan permohonan maafnya dan sikap hormatnya lah kepada penegak hukum. Sekalipun beliau rasa putusan ini berat, tapi beliau sudah memberikan hormatnya kepada penegak hukum," tutur Firman.
Sementara, untuk uang denda sebear Rp 500 Juta, Firman menuturkam kliennya telah membayarkan denda tersebut.
"Yang jelas denda 500 juta sudah dibayar," ujar Firman.
Diketahui sebelumnya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Yanto telah memvonis Setya Novanto dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Setya Novanto juga diminta membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi sebesar Rp5 miliar yang telah diberikan kepada penyidik KPK.
Hak politik mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga dicabut. Dirinya dilarang menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak dirinya selesai menjalani masa hukuman.