Catatan Aktivis 1998, Mafia Peradilan hingga Koruptor Jadi Sorotan
Belum optimalnya aspek penegakan hukum terbukti dari masih banyaknya mafia peradilan, mafia tanah, hingga korupsi
Editor: ade mayasanto
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Aktivis 98, Taufik Basari mengatakan, saat ini telah ada perubahan lebih baik pada aspek penegakan hukum, namun memang belum optimal.
Hal ini tidak lain dikarenakan memang perjuangan saat itu tidak menyiapkan secara detail apa yang harus disiapkan pasca reformasi.
"Belum optimalnya aspek penegakan hukum terbukti dari masih banyaknya mafia peradilan, mafia tanah, hingga korupsi," kata Taufik saat acara “20 Tahun (Belum Tuntasnya) Reformasi” yang diadakan di Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI FK UI akhir pekan lalu.
Pascareformasi, terdapat 3 periode penting yaitu tahun 1998, 1999 dan 2000.
"Saat pereode itu tidak benar-benar disiapkan untuk menciptakan sistem dan figure-figur baru dalam tatanan kepemimpinan nasional sehingga tahun 2017, Indonesia turun peringkat dalam hal peringkat Indeks Persepsi Korupsi dan Transparency International, menjadi urutan 96 dari sebelumnya peringkat 90 di tahun 2016," katanya.
Bachtiar Firdaus, Aktivis Gerakan Anti Korupsi (GAK) dan Ketua BEM UI 1999/2000, disampaikan bahwa upaya pembarantasan korupsi dan penegakan hukum sudah berjalan, namun ada negara lain yang lebih cepat dalam aspek penegakan hukum.
“Bahkan Timor Leste berada satu peringkat lebih tinggi dari Indonesia. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan belum ada reformasi penegakan hukum yang komprehensif untuk menghadapi kasus-kasus, semisal korupsi, yang bersifat TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif),” kata Bachtiar.
Belum lagi sistem kepartaian di Indonesia yang belum sepenuhnya memungkinkan penegakan supremasi hukum di Indonesia.
Sistem kepartaian hanya memberikan jalan kepada oligarki untuk berkuasa yang tentunya melemahkan supremasi hukum.