Lili Asdjudiredja: Dalam Kasus SKL BDNI, Semua Pejabat Perlu Diusut Juga
Kementerian Keuangan memiliki wewenang strategis dan taktis untuk memutuskan banyak aspek tentang BLBI.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi DPR RI menyebut semua pejabat termasuk mantan Menteri Keuangan sebagai pihak yang seharusnya juga diusut keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada tahun 2004.
Menurutnya, dalam kasus yang menempatkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Sjafruddin Arsyad Temenggung sebagai terdakwa itu, amat berkaitan dengan wewenang Menteri Keuangan.
“Tidak apa-apa jika mantan Menteri Keuangan juga diperiksa (oleh KPK),” kata anggota Komisi XI DPR bidang Keuangan dan Perbankan, Lili Asdjudiredja, di Jakarta, Senin (21/5/2018).
Menurut politisi asal Partai Golkar itu, Kementerian Keuangan memiliki wewenang strategis dan taktis untuk memutuskan banyak aspek tentang BLBI.
“Perlu ditelusuri lebih lanjut (oleh KPK) siapa-siapa saja yang terlibat,” ujar Lili.
Selain itu, Lili juga berpendapat, ada kemungkinan 'kasus Syafruddin Temenggung ini sebenarnya masuk ranah hukum perdata'. Sebab, secara materi, perkara itu berkaitan dengan kredit para petani plasma yang dijamin oleh Dipasena, yang memiliki perjanjian dengan BDNI. “Bisa saja ini kasus perdata,” kata Lili.
Mengenai SKL untuk Sjamsul Nursalim, diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Mengenai utang petambak Dipasena, BPPN telah menyerahkan aset perusahaan tersebut kepada Kementerian Keuangan pada saat BPPN dibubarkan pada 2004. Nilai aset itu Rp4,8 triliun yang dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Namun pada 2007, Menkeu dan PPA menjual aset itu pada harga Rp220 miliar.
Syafruddin Temenggung saat ini tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.