Perzinahan Baru Dipidana Bila Video Tersebar
Untuk perzinahan sendiri Ketua DPR Bambang Soesatyo ( Bamsoet ) mengatakan tidak menyasar ruang privat.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah rampungnya revisi Undang-undang anti terorisme, pemerintah dan DPR kini menggenjot pembahasan revisi KUHP. Terdapat sejumlah pasal yang pembahasannya masih alot mulai dari pasal penghinaan presiden, perilaku LGBT, dan perzinahan.
Untuk perzinahan sendiri Ketua DPR Bambang Soesatyo ( Bamsoet ) mengatakan tidak menyasar ruang privat. Perzinahan baru bisa dipidana bila disiarkan dan disebarluaskan.
"Sejauh perbuatan itu dilakukan di rumah dalam kamar itu tidak ada masalah. Tapi ketika itu kemudian direkam, kemudian disiarkan disebarluaskan seperti video porno yang beredar hari-hari ini itu baru ada pidananya. Tapi sejauh itu tidak ya kita tidak masuk ruang private," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (30/5/2018).
Bamsoet mengatakan meskipun undang-undang yang mengatur perzinahan tidak masuk ke dalam ruang privat artinya negara tidak mengatur hal-hal yang sifatnya pribadi, perzinahan tetap dapat diproses. Perzinahan tersebut dapat diproses dengan delik aduan meskipun tidak ada video yang disebarluaskan.
"Tapi manakala ada pengaduan, ada delik aduan maka itu bisa diproses misalnya ada seorang istri melaporkan suaminya selingkuh itu kejadiannya di dalam kamar. Tapi karena ada yang mengadu maka itu akan diproses secara hukum," katanya.
Bamsoet mengatakan penyusuan pasal pasal RKUHP sendiri sudah masuk tahap finalisasi untuk kemudian diatur kesesuaian pasal perpasal dan redaksionalnya (sinkronisasi). Bila berjalan lancar menurutnya RKUHP dpat disahkan pada Agusutus mendatang untuk menjadi kita undang-undang hukum pidana yang baru.
"Baik pemerintah maupun dari panja DPR RI panja RUU KUHP mereka akan menyelesaikan Agustus dan akan menjadi kado ulang tahun kemerdekaan bangsa kita. Sehingga momentum 17 Agustus besok itu adalah bahwa kita punya UU KUHP sendiri tidak lagi pakai UU pidana kolonial," pungkasnya.