Idul Fitri Momen Saling Membesarkan untuk Persatuan
Kembali ke kondisi fitri adalah momentum yang mestinya direnungkan dan diamalkan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Idul Fitri adalah hari dimana umat Islam merayakan kemenangan setelah sebulan penuh melawan nafsu melalui berpuasa.
Kembali ke kondisi fitri adalah momentum yang mestinya direnungkan dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
Karenanya makna Idul Fitri yang dalam harusnya menjadi momen bagi umat untuk saling merangkul, saling membesarkan, dan tak mengecilkan satu dengan lainnya.
Demikian dinyatakan sejumlah tokoh nasional, menyambut Idul Fitri 1439 Hijriah ini.
"Idul Fitri adalah kondisi dimana semua kembali ke nol. Semua yang buruk kita tanggalkan, kembali bersih. Negara ini milik kita bersama, dan bersatu menjadi kunci Indonesia untuk maju. Kita harus saling membesarkan, jangan saling mengecilkan. Ini momen kita untuk saling bersatu, bukan cerai berai, apalagi berseteru yang bersifat paradoks dari makna Idulfitri," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Jumat (15/6/2018).
Moeldoko menilai potensi bangsa ini sangatlah besar dengan segala keberagaman suku bangsa, budaya, dan sumber daya alamnya.
Karenanya, dari semua kelebihan itu, Indonesia harusnya jaya dengan semua potensinya.
"Jadi amatlah disayangkan jika semua potensi ini tergerus karena warga negaranya tak berpikiran bersatu," kata mantan Panglima TNI ini.
Waketum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi juga memiliki pendapat senada.
Dirinya mengajak kepada Umat Islam setelah menjalani serangkaian ibadah selama bulan Ramadhan dapat lebih meningkatkan kepatuhannya terhadap ajaran Islam dan kepeduliannya terhadap sesama terutama kepada kaum dhuafa, fakir-miskin dan anak yatim-piatu, dengan mengeluarkan zakat, infaq, sedekah dan wakaf.
"Mengajak kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk menjadikan hari raya Idulfitri sebagai momentum menjaga kohesi sosial, menjaga perdamaian, memperkuat dan mengokohkan kembali ikatan dan hubungan antar sesama saudara seagama (ukhuwah islamiyah), saudara sebangsa (wathaniyah), saudara sesama manusia (insaniyah)," ujar Zainut.
Terlebih Idul Fitri tahun 2018 dekat dengan agenda politik nasional berupa Pemilukada, Pemilihan legistatif dan Pemilihan Presiden 2019, MUI menilai perbedaan aspirasi politik merupakan hal biasa yang harusnya dipandang sebagai rahmat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Labih lanjut, Zainut mengimbau kepada para khatib shalat Idul Fitri untuk selain menyampaikan pesan peningkatan keimanan dan ketakwaan, persaudaraan dan kedamaian kepada para jamaah, juga mengingatkan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya terorisme, narkoba, minuman keras, dan segala bentuk perbuatan mudharat lainnya.
Senada dengan Moeldoko, cendekiawan muslim Prof Komaruddin Hidayat berharap Idul Fitri menjadi momen bagi anak bangsa untuk mendinginkan suhu politik.