Otto Sesalkan Keterangan Saksi BLBI
“Maka tidaklah relevan dalam perkara tersebut dikaitkan dengan pemberian atau penyaluran dana BLBI oleh BDNI."
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum Prof Otto Hasibuan sangat menyesalkan pernyataan saksi pada persidangan perkara mantan Ketua BPPN Syafruddin Temenggung di pengadilan Tipikor, Kamis (21/6/2018) yang dinilainya mencampuradukan antara pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) dengan penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pengacara terkemuka itu menyatakan kesaksian tersebut jauh dari relevansi kasus yang diperkarakan karena dakwaan terhadap Temenggung adalah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SKL.
Baca: BMKG Sebut Adanya Liputan Awan Cumulonimbus saat KM Berkat Anugerah Karam
“Maka tidaklah relevan dalam perkara tersebut dikaitkan dengan pemberian atau penyaluran dana BLBI oleh BDNI. Juga tidak adil dan menyesatkan mengingat BDNI bukanlah pihak dalam perkara Syafruddin Temenggung sehingga tidak bisa mengklarifikasi ataupun membela diri," dalam keterangan tertulisnya.
Terkait pernyataan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum mengenai penyaluran dana BLBI oleh BDNI ke grup sendiri dalam pemeriksaan terhadap saksi Iwan Ridwan Prawiranata, mantan Ketua BPPN, saksi mengiyakan, namun menyatakan hanya membaca laporan pengawasan BI.
Otto mengemukakan bahwa Iwan bukan sebagai saksi yang langsung melakukan pengawasan atau mengetahui langsung penyaluran dana BLBI oleh BDNI. Laporan pengawasan tersebut bersifat sepihak dan masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Apalagi berdasarkan laporan BI, sambungnya, sampai dengan akhir Desember 1997, BDNI masih dikategorikan sebagai bank sehat.
Otto Hasibuan yang adalah pengacara Sjamsul Nursalim (mantan pemegang saham BDNI), menyatakan bahwa kliennya membantah keras dana BLBI telah disalurkan BDNI kepada grup sendiri.
Semua penyaluran dana BLBI oleh BDNI dipergunakan untuk memenuhi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah pada waktu krisis, menutupi kerugian selisih kurs, dan pembayaran bunga serta denda Bank Indonesia yang jumlahnya sangat besar.
"Perusahaan klien kami bahkan masih menyetor sejumlah dana ke dalam BDNI dan tetap mempertahankan depositonya untuk mendukung pendanaan BDNI di tengah krisis sampai dengan BDNI dibekukan operasinya (BBO)."
"Pada tanggal 3 April 1998, manajemen BDNI di take-over oleh BPPN. Sejak saat itu, penyaluran dana BLBI sepenuhnya dalam kendali Team Manajemen BPPN. Sampai dengan penyelesaian keseluruhan kewajiban BLBI, BDNI tidak pernah dipermasalahkan mengenai penyalahgunaan BLBI oleh Bank Indonesia. Bagaimana bisa setelah lebih dari 21 tahun setelah krisis hal ini baru dibicarakan," terangnya.
Sebelumnya, Mantan Direktur Pengawasan Bank pada Bank Indonesia, Iwan Ridwan Prawiranata mengaku pernah berulang kali menegur Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Menurut Iwan, saat itu BI menduga ada penyimpangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) yang disalurkan pada BDNI.
Hal itu dikatakan Iwan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/6/2018). Iwan bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Sudah dipanggil, dikasih surat pembinaan dan diberikan action plan," ujar Iwan, seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut Iwan, penyimpangan itu berupa penyaluran dana kepada perusahaan lain di dalam grup yang sama.