Suara Sudrajat-Syaikhu dan Sudirman Said-Ida di Pilkada Diluar Prediksi, Apa Penyebabnya?
Berkaca dari berbagai hitung cepat lembaga survei, Toto melihat preferensi politik yang dinamis itu disebabkan oleh sejumlah hal.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - General Manager Penelitian dan Pengembangan ( Litbang Kompas) Toto Suryaningtyas mengungkapkan preferensi politik masyarakat semakin dinamis pada Pilkada Serentak 2018.
Hal ini terlihat dari meningkatnya suara Sudirman Said-Ida Fauziyah serta Sudrajat-Syaikhu secara signifikan dalam perhelatan Pilkada 2018 lalu. Padahal, berdasarkan survei,kedua pasangan itu terbilang rendah.
Berkaca dari berbagai hitung cepat lembaga survei, Toto melihat preferensi politik yang dinamis itu disebabkan oleh sejumlah hal.
Baca: Karangan Bunga Ucapan Selamat dari SBY Terpajang di Depan Kediaman Khofifah
Pertama, pembicaraan politik di lingkungan sekitar.
Menurut Toto, preferensi politik seseorang bisa dipengaruhi oleh keluarga, kelompok keagamaan, kesukuan, dan kelompok lainnya. Kekuatan pimpinan kelompok tersebut berperan strategis dalam mengubah peta pilihan politik masyarakat di suatu daerah.
"Pilihan bisa diarahkan oleh pimpinan komunal-komunal itu. Karena angkanya sangat besar dan mengejutkan, kok bisa? Jadi ada pergerakan suara yang masif didorong oleh satu isu besar, kemudian gerakan yang tidak terdeteksi, jadi ada sebab besar," kata Toto kepada Kompas.com di Kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (27/6/2018).
Kedua, faktor isu-isu berupa narasi fakta negatif, hoaks, dan ujaran kebencian. Toto menjelaskan, fakta negatif, hoaks, dan ujaran kebencian berdampak signifikan bagi pilihan politik masyarakat. Sebab, sebagian masyarakat yang tak memiliki literasi kuat, mudah terpengaruh oleh hal-hal tersebut.
"Di mana isu, berita, informasi itu langsung masuk dari point to point, person to person, itu langsung bisa menciptakan perubahan preferensi," katanya. Kondisi itu bisa diperparah jika mendapatkan legitimasi dari otoritas sosial, seperti orangtua, guru, tokoh masyarakat, atau tokoh agama.
"Kombinasi antara hal yang laten dengan hal yang sifatnya sporadik itu menciptakan kondisi lebih dinamis daripada perkiraan kita. Jadi pilkada sekarang basisnya dinamis dia, kita ini agak terbuai dengan hasil survei kemarin, kayaknya yang menang ini, ini, ini. Ternyata enggak, masyarakat kita dinamis," katanya.
Toto juga mengungkapkan, masih ada indikasi permainan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pada pilkada kali ini.
Ia khawatir perubahan preferensi politik masyarakat dengan isu SARA ini akan terulang pada Pemilu 2019 nanti. Sebab, isu SARA mencoreng persaingan sehat dalam sebuah kontestasi politik.
"Kalau itu terbukti itu jadi masalah. Karena itu aturan mainnya ditabrak dengan isu-isu SARA itu, lalu menciptakan kondisi-kondisi yang menunjang pemanfaatan isu SARA untuk kepentingan politik," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa yang Membuat Suara Sudrajat-Syaikhu dan Sudirman Said-Ida Melonjak?"
Penulis : Dylan Aprialdo Rachman