Mantan Menkeu dan Pimpinan BPPN Akui Berikan Release & Discharge
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/6/2018) kemarin kembali menyidangkan terdakwa Syafruddin Arsyad
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/6/2018) kemarin kembali menyidangkan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dalam sidang kali ini, Jaksa KPK menghadirkan tiga saksi yang merupakan mantan pimpinan BPPN. Mereka yakni Bambang Subianto, mantan menteri keuangan tahun 1998 sekaligus mantan Ketua BPPN, serta Glenn MS Yusuf, mantan Ketua BPPN dan Farid, wakil ketua BPPN.
Baca: Ngaku Bikin Rusuh di Resepsi Rizal Armada-Monica Imas, Ifan Seventeen Minta Maaf
Bambang, Glenn, serta Farid mengakui memberikan Release and Discharge (R&D) atau pemberian pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum terhadap Sjamsul Nursalim, mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) dalam penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
R&D tersebut terdiri dari dua surat. Yang pertama ditandatangani oleh Farid Harianto selaku kuasa Glenn Yusuf mewakili BPPN.
Ketika ditanyakan apa sebenarnya maksud dari dokumen Release and Discharge, Farid Harianto menjelaskan bahwa terbitnya R&D karena semua syarat di final clossing telah dipenuhi BDNI.
Kenapa surat R&D diteken oleh Farid Harianto, mantan Ketua BPPN Glen M Yusuf mengatakan dirinya sedang di luar negeri.
"Tetapi sebelum saya berangkat saya beri kuasa kepada wakil saya," kata Glen saat bersaksi di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/6/2018).
Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan PS BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali bantuan likuiditas (BLBI).
Sementara surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN mewakili Pemerintah Indonesia.
Dijelaskan, Surat yang ke-2 ini menegaskan "sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apapun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum pemberian kredit terkait Pinjaman Pemegang Saham dan segala hal terkait BLBI".
Pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai.
R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin Arsjad Temenggung untuk memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada tahun 2004.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum Syafruddin Temenggung menganggap kalau pemerintah termasuk BPPN dan Menteri Keuangan telah menegaskan bahwa perjanjian MSAA-BDNI telah selesai pada tanggal 25 Mei 1999, dan diperkuat oleh hasil audit investigasi BPK - RI pada 31 Mei 2002 yang menyatakan MSAA-BDNI telah selesai (final closing).