PKPU Pencalegan, Publik Dibantu Memilih Caleg
"Sangat setuju. Saya melihat secara etis sangat logis KPU didukung KPK melakukan itu. Paling tidak publik semakin di bantu memilh dan memilih caleg.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – KPU RI menetapkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Salah satu poin yang menjadi sorotan mengenai pengaturan tidak menyeratakan mantan terpidana korupsi mendaftarkan diri sebagai caleg.
Baca: Prabowo: Pak Anies Calon Wakil yang Serius
Dosen dari President University, Muhammad AS Hikam, mendukung upaya pengaturan tersebut. Melalui pengaturan itu, menurut dia, masyarakat dibantu untuk memilih caleg yang berkualitas.
“Sangat setuju. Saya melihat secara etis sangat logis KPU didukung KPK melakukan itu. Paling tidak publik semakin di bantu memilh dan memilih caleg,” ujarnya, Jumat (6/7/2018).
Dia meyakini, KPU RI tentu mempunyai alasan mengapa membatasai keikutsertaan mantan narapidana korupsi di pesta demokrasi rakyat. Apabila terdapat perdebatan mengenai penerapan aturan itu, dia menilai, itu sebagai hal biasa.
“Bagaimana anda mau menempatkan wakil rakyat mantan koruptor. Itu kan anomali dan kontradiksi secara etik. Kalau secara aturan main mengingat memang masih ada yang bisa membantah. Membawa ke MA (Mahkamah Agung,-red) ya silakan,” kata dia.
Sejauh ini, dia menilai, masyarakat Indonesia masih memilih calon pemimpin atau legislatif berdasarkan sosok. Pemilihan itu tanpa melihat latar belakang dari yang bersangkutan. Untuk itu, melalui pengaturan itu, masyarakat dapat memilih calon terbaik.
Dalam hal ini, dia meminta, pemerintah mendukung pengaturan itu. Dia menyayangkan, sikap pemerintah masih ragu-ragu memihak KPK yang jelas-jelas lembaga antikorupsi yang mempunyai reputasi, kredibilitas dan kualitas yang tinggi dibandingkan yang lain.
“Publik lebih suka memilih orang daripada partai. Kalau itu dijelaskan oh orang ini orangnya bersih, oh orang ini 1/2 bersih, oh orang ini pernah kena kasus korupsi. Punya menjadi pilihan lebih banyak itu demokrasi menjadi lebih baik,” tambahnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menambahkan, apabila tidak sepakat terhadap aturan itu, maka dapat mengajukan gugatan ke MA.
Baca: Meski Dari Keluarga Kurang Mampu, DS Si Peretas Situs Bawaslu Miliki Kecerdasan di Bidang IT
Dia menegaskan, pengaturan mantan narapidana korupsi dilarang mendaftarkan diri sebagai caleg dibutuhkan, karena publik berhak mendapatkan wakil rakyat yang bersih yang tidak terkena kasus hukum.
“Walaupun ada PKPU itu, tetapi mantan koruptor masih bisa nyaleg. Apabila ada yang ingin menggugat ya silakan menggugat ke Mahkamah Agung. Kalau Mahkamah Agung memenuhi gugatan itu tentu PKPU itu tidak bisa berlaku,” tambahnya.