APBN 2018 Tidak Berubah, Sektor Migas Stagnan!
Terlebih sejumlah perhitungan di sektor migas tidak lagi sesuai dengan asumsi awal dan mengalami banyak perubahan.
Editor: Content Writer
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VII Rofi Munawar menilai rencana pemerintah yang tidak melakukan perubahan terhadap Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018 akan menyebabkan sektor migas stagnan.
Terlebih sejumlah perhitungan di sektor migas tidak lagi sesuai dengan asumsi awal dan mengalami banyak perubahan.
“Jika APBN 2018 diputuskan tetap konservatif dan tidak berubah, khawatir akan semakin membebani sektor migas secara nasional. Padahal Indonesia Crude Price (ICP) sudah diangka 70-75 USD/per barel dan nilai tukar rupiah saat ini bergerak diangka Rp 14.000, sangat jauh dari asumsi awal,” disampaikan oleh Rofi’ Munawar dalam rilis yang dikirim kepada media pada hari Rabu, (7/11/2018) di Jakarta.
Legislator asal Fraksi PKS itu menambahkan, saat ini capaian APBN 2018 jika dicermati beberapa asumsi disektor migas tidak sesuai dengan realisasi yang terjadi, khususnya pada kuartal I 2018.
Meski asumsi makro kini meleset, seperti Harga Batubara Acuan (HBA) pada Juli 2018 mencapai USD104,65 per ton dan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) periode Juni 2018 mencapai USD 70, 36 per barel, padahal rata-rata harga minyak dahulu diasumsikan pada angka USD 48 per barel.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terdepresiasi menembus level Rp14.000 per USD, padahal saat itu nilai tukar rupiah dipatok di angka Rp 13.400 per USD. Selain itu, asumsi lifting minyak 800.000 bph, realisasinya hanya 750.300 bph. Terakhir, asumsi lifting gas 1,200 juta barel setara minyak, realisasinya 1,1559 juta barel setara minyak.
“Pemerintah tidak bisa hanya mengambil sebuah kebijakan dalam perspektif makro semata, padahal secara mikro memiliki masalah dan berpotensi terjadi pembebanan. Akibat kebijakan ini sektor migas dipastikan akan mendapatkan dampak yang besar dan berpotensi stagnan,” tegasnya.
Rofi juga melihat situasi ini akan semakin memberatkan bagi PT. Pertamina dan PT. PLN, karena secara khusus kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah akan menyebabkan keuangan perusahaan tersebut menjadi berat.
Selain itu juga selama ini dua BUMN pelat merah itu mendapatkan tugas PSO dalam bentuk pendistribusian BBM penugasan dan subsidi listrik. Rofi melihat, besaran anggaran subsidi listrik diprediksi bakal melebihi yang sudah ditetapkan APBN.
“Harga minyak mentah di pasar internasional terus meningkat. Memang secara selintas APBN 2018 bakal diuntungkan oleh kenaikan harga minyak, karena subsidi BBM sudah diminimalkan. Namun, PT Pertamina saat ini terus menanggung dampak negatif kenaikan harga minyak, padahal tren kenaikan harga minyak diperkirakan masih berlanjut pada tahun ini,” ulasnya.
Sebagaimana diberitakan, Pemerintah memutuskan tidak akan melakukan perubahan pada APBN 2018. Pemerintah menilai postur APBN 2018 dinilai cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara maupun jumlah belanja negara.
Sementara defisit lebih kecil dari yang direncanakan dari semula 2,19% menjadi 2,12%.(*)