Kapolri Ingatkan Calon Perwira Bersikap Kritis terhadap Potensi Perpecahan di Dalam Negeri
Ia ingin para capaja untuk mewaspadai potensi perpecahan itu. Terutama terkait potensi perpecahan bangsa dari dalam negeri itu sendiri
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pembekalan yang disampaikan kepada 724 Calon Perwira Remaja (Capaja) di GOR Ahmad Yani, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur,Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengingatkan agar para capaja bersikap kritis terhadap potensi perpecahan bangsa Indonesia ke depannya.
Ia ingin para capaja untuk mewaspadai potensi perpecahan itu. Terutama terkait potensi perpecahan bangsa dari dalam negeri itu sendiri.
Baca: Zulkifli Tak Sependapat Hasil Survei yang Menyatakan Publik yang Pro Pancasila Menurun
“Sebagai sarjana, kita harus bertanya kritis, apa Indonesia masih bisa pecah? Kita lihat dalam akademik untuk ambil kesimpulan, itu adalah metode komparatif,” ujar Tito, Rabu (18/7/2018).
“Bukan saya mengamini, tetapi ada potensi. Bung Karno pernah bilang, menghadapi musuh luar lebih mudah dari (musuh dari) dalam,” imbuhnya.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini pun memberi contoh beberapa negara lain yang mengalami kejadian serupa.
Ia menyebut nama Uni Soviet hingga Yugoslavia. Menurutnya, negara-negara tersebut bisa pecah karena masalah dari dalam negerinya sendiri.
Potensi perpecahan, kata dia, bisa muncul di Indonesia lantaran masih adanya kesenjangan ekonomi antar kelas.
Selain itu, konflik yang sarat dengan SARA juga tak lepas dari hal tersebut.
Jenderal bintang empat ini mengatakan potensi perpecahan bisa semakin membesar akibat kerukunan bangsa yang melemah.
Aksi bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama, disebut Tito sebagai contoh paling konkrit.
Baca: Anies Apresiasi Warga yang Pasang Bendera dan Hiasan Asian Games
“Beberapa kasus juga terjadi konflik berbau ras, yang ramai adalah Pribumi dan Tionghoa, ini juga jadi problem," kata Tito.
"Tapi yang bahaya adalah konflik yang diberi nuansa keagamaan, karena berdasarkan atas nama Tuhan. In the name of God, bom Bali meledak, In the name of God, ibu-ibu membawa suami dan anak-anaknya mencari (surga, - red) dengan jalan yang salah,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.