Kantor dan Rumah Dinas Bupati Labuhanbatu Digeledah KPK
"Penggeledahan berlangsung sejak pukul 10.00 WIB pagi tadi dan hingga siang ini masih berjalan,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua lokasi terkait kasus dugaan suap sejumlah proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Dua lokasi yang digeledah yakni kantor Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap dan pendopo rumah dinas bupati, Jumat (20/7/2018).
"Penggeledahan berlangsung sejak pukul 10.00 WIB pagi tadi dan hingga siang ini masih berjalan," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Baca: Respons TGB Sikapi Majunya Kapitra Ampera Menjadi Calon Legislatif dari PDIP
Dari hasil penggeledahan sementara, lanjut Febri, penyidik berhasil menyita sejumlah dokumen terkait kasus tersebut.
"Sejauh ini diamankan dokumen-dokumen terkait anggaran proyek," tambah Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Baca: Kuasa Hukum: JK Ajukan Diri Sebagai Pihak Terkait dalam Uji Materi Masa Jabatan Wakil Presiden
Selain Bupati Pangonal, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Yakni Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).
Dalam perkara ini Bupati Pangonal dan Umar Ritonga diduga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta.
Baca: Respons TGB Sikapi Namanya Masuk dalam Daftar Kandidat Cawapres Jokowi
Namun uang tersebut masih belum disita tim penindakan KPK.
Tim penindakan hanya menyita bukti transfer.
Menurut Saut, bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 milyar.
Sebelumnya sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan Cek sebesar Rp 1.5 milyar, namun tidak berhasil dicairkan.
Adapun, uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Effendy Syahputra disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Bupati Pangonal dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.