Gempabumi Lombok, Tinggalkan Coretan
Untuk mengawal keselamatan dan menenangkan warga yang masih trauma akibat gempa bumi
Penulis: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Untuk mengawal keselamatan dan menenangkan warga yang masih trauma akibat gempa bumi yang mengguncang Lombok dan Sumbawa dengan kekuatan 6.4 SR pada hari Minggu 29 Juli 2018, BMKG dikoordinasikan langsung oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, melakukan pemantauan gempa-gempa susulan dan survei lapangan di daerah sekitar episenter sejak hari H kejadian gempa.
Dari hasil survei ini dapat terpantau langsung di lapangan bahwa kekuatan dan frekuensi (kerapatan waktu) antar kejadian gempa susulan cenderung makin melemah. Selain itu juga dilakukan "fact finding" untuk memvalidasi hasil analisis posisi episenter dan prediksi sebaran tingkat guncangan gempa, serta korelasinya terhadap tingkat kerusakan bangunan. Hasil survei ini sangat diperlukan untuk memandu penanganan lanjut terhadap kerusakan bangunan dan proses rekonstruksi/rehabilitasinya, terutama untuk menetapkan desain dan lokasi bangunan yang lebih tepat dan aman di kawasan rentan gempa bumi.
Dwikorita menekankan pentingnya survei dan pengukuran - pengukuran magnitudo dan percepatan tanah akibat gempa-gempa susulan tersebut agar kedepannya kita dapat membangun rumah, gedung atau infrastruktur dengan sktruktur bangunan yang tepat dan lebih kokoh di daerah rentan gempa, yang akhirnya dapat mengurangi risiko kerusakan bangunan/infrastruktur dan korban jiwa.
“Dari hasil survei ini, masih cukup banyak ditemukan struktur bangunan yang tidak/kurang tepat, terutama dijumpai pada rumah-rumah yang rusak atau runtuh akibat guncangan gempabumi. Maka diharapkan kedepannya perlu diperhatikan struktur bangunan dan pondasi bangunan yang tepat, seperti tulangan atau kolom bangunannya, serta bahan/ material bangunan yg dipakai, “imbuh Dwikorita.
Selain disebabkan dari kekuatan (magnitudo) gempabumi itu sendiri, kedalaman dan jarak dari pusat gempa, juga sangat penting untuk memperhatikan bagaimana konstruksi bangunannya, serta kondisi batuan/kondisi geologi setempat, mengingat wilayah Indonesia merupakan wilayah rentan gempabumi, yg dikontrol oleh tumbukan 3 lempeng tektonik aktif, yaitu lempeng Samodrah Indo-Australia dari arah Selatan menunjam ke Lempeng Benua Eurasia, serta tumbukan oleh Lempeng Samodra Pasifik dari arah Timur ke Benua Eurasia. Selain itu kehadiran sesar-sesar aktif (pergeseran blok atau busur batuan penyusun kulit bumi) juga berperan memicu terjadinya gempabumi.
Senin siang, Kepala BMKG bersama tim melakukan kegiatan survei ke beberapa desa,seperti Desa Sambikelen yang merupakan salah satu desa yang mengalami kerusakan bangunan. Bahkan di salah satu RT mereka, gempa yang lalu memakan korban jiwa, salah satunya adalah Keluarga Bapak Rodi dimana ayah dan salah satu anaknya tewas.
Bu Rodi pun menceritakan kepada Kepala BMKG, Dwikorita yang saat itu mengunjungi rumah-rumah penduduk. Bu Rodi dengan wajah yang masih menyimpan rasa sedih menceritakan detik-detik getaran gempa bumi datang menyapa mereka. Anak mereka yang sedang tidur terlelap pun tidak sempat menyelamatkan diri, karena kejadian yang sangat pagi dan rumah mereka yang tidak kokoh sehingga sangat mudah runtuh akibat guncangan gempa bumi.
“Miris melihat kondisi mereka, rumah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman untuk ditempati, tetapi tidak diperhatikan konstruksi bangunan. Hal inilah yang menjadi renungan kita bersama untuk lebih memperhatikan hal-hal yang sederhana yang selama ini mungkin terlupakan. Selama ini, masih berfikiran terkait biaya bahan baku pembangunan rumah yang terpenting dapat dihuni, tanpa memperhatikan faktor-faktor keselamatan”. Imbuh Dwikorita.
Dari perjalanan survei siang itu yang sangat terik, Kepala BMKG pun meninjau 5 lokasi pengungsian, di berbagi tingkat RT yang menampung beberapa KK (Kepala Keluarga). Berdasarkan Kepala Desa, bahwa terdapat 325 jiwa pengungsi. (*)