Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pidato 'Berantem' Jokowi yang Menuai Pro Kontra

Di hadapan relawan yang hadir, Presiden meminta kepada para relawan untuk menahan diri ketika mendapat serangan politik dari kubu lawan

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Pidato 'Berantem' Jokowi yang Menuai Pro Kontra
Biro Pers Setpres/Laily Rachev
Presiden Joko Widodo saat menggelar konferensi pers disela-sela peninjauannya di venue pencak silat, Jakarta Timur, Senin (6/8/2018) terkait gempa bumi yang mengguncang Lombok 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keriuhan itu diawali pada Sabtu (4/8/2018), saat Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya dalam forum rapat umum relawan yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor.

Di hadapan relawan yang hadir, Presiden meminta kepada para relawan untuk menahan diri ketika mendapat serangan politik dari kubu lawan.

"Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah fitnah, tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi, kalau diajak berantem juga berani," kata Jokowi.

"Tapi, jangan ngajak (berantem) lho. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak (berantem), tidak boleh takut," lanjut Jokowi.

Potongan pidato Presiden Jokowi tersebut kemudian mendapat sambutan antusias dari para relawan yang hadir saat itu.

Keesokannya, pernyataan tersebut menuai kritik dari sejumlah politisi di tanah air.

Wakil ketua DPR RI Fadli Zon, seorang politikus Gerindra yang kerap melontarkan kritik tajam kepada pemerintah itu menilai pernyataan Jokowi justru bentuk dari provokasi.

Berita Rekomendasi

"Pernyataan agar siap kelahi ini jelas provokasi n tak pantas diucapkan seorg Presiden (capres) yg selalu ngaku2 Pancasilais," kicau Fadli Zon di akun resmi twitternya, pada Minggu (5/8/2018).

"Perkelahian dlm demokrasi adlh mendptkan suara rakyat dg jujur adil n tak curang. Inilah demokrasi yg beradab," tambahnya.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah pun menanggapi pidato kontroversial Presiden Jokowi melalui akun resmi twitternya.

"Pidato jokowi adalah pertanda bahwa dia hanya akan didukung oleh relawan yang banyak uang bikin konsolidasi, tapi akan ditinggal parpol, lihat saja lima hari ke depan" kicau Fahri Hamzah, Minggu (5/8/2018).

Bahkan secara terpisah, Fahri menilai selama ini Jokowi memang tidak pernah menyampikan pidato yang mempersatukan.

"Pak Jokowi tidak pernah berpidato pada rakyat Indonesia yang menyatukan rakyat. Belum pernah, bung Karno dulu semua pidato-pidatonya menyatukan rakyat," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (8/6/2018).

Pidato tersebut menurut Fahri telah mengadu domba rakyatnya sendiri.

Apalagi, pidato disampikan kepada relawan yang sulit untuk mempertanggungjawabkannya.

"Ini relawan engga ada aktenya, engga ada, ini kumpulan engga jelas. Tiba-tiba kumpulan kaya gini karena bukan parpol kan, kalau parpol ada mandat, ada kejelasan posisi mereka dimana, ada penanggungjawabnya," katanya.

"Namanya relawan kan orang rela yang datang berkerumun dengan ketidakjelasan itu mau disuruh berantem, kalau berantem siapa mau tanggungjawab? namanya relawan. Kita engga bisa lacak itu siapa dan itu bisa menciptakan anarki," lanjut dia.

Fahri mengatakan, seharusnya Presiden mempersatukan rakyat untuk melawan musuh di luar bangsa Indonesia.

Menurutnya, bila rakyat tidak bersatu maka perhatian bangsa Indonesia kepada musuh yang sebenarnya akan teralihkan.

"Pak Jokowi harus mulai pidato sebagai negawaran. Yang membuat kita semua terpukau. Kegagalan narasi Pemerintahan ini dari awal itulah yang merusak bangsa Indonesia," katanya.

Tidak hanya kedua politisi itu saja yang memberikan komentar dan kritik. Sejumlah kalangan menilai Jokowi tidak pandai memilih diksi.

Politikus Partai Demokrat, Roy Suryo menilai sebagai seorang Presiden, Jokowi sebaiknya lebih bijak dalam memilih diksi yang diucapkan.

Sehingga pidato Presiden tidak justru menimbulkan polemik di masyarakat.

"Sebaiknya memang sebagai Presiden harus lebih bijak dan bersifat negarawan dalam memilih diksi yang mau diucapkan, agar tidak menjadi Kontroversi yang tidak Perlu di Masyarakat," katanya.

Dukungan kepada Jokowi

Meski kritik terlontar dari sejumlah politisi terkait pidato 'berantem' Jokowi yang kontroversial di hadapan para relawannya, sejumlah pihak justru memberikan dukungan kepada Presiden Ketujuh RI Tersebut.

Misalnya Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Ahmad Baidowi atau yang karib disapa Awiek mengatakan pernyataan Jokowi tersebut wajar.

Ia meminta untuk memahami pidato Jokowi secara menyeluruh tanpa dipenggal.

"Sebagai calon kontestan pilpres sangat wajar apabila menyemangati para pendukung untuk terus merapatkan barisan," kata Awiek kepada wartawan, Senin, (6/8/2018).

Menurut Awiek, pidato Jokowi tersebut sangat normatif. Presiden meminta kepada para pendukungnya untuk tidak tebar permusuhan dan kebencian dalam Pemilu Presiden 2019

"Namun, ketika diserang ya tidak boleh berdiam diri namanya saja pertarungan politik. Kalau diserang hanya diam tidak membalas maka akan dianggap kalah secara politik," katanya.

begitu juga Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK) yang ikut mengomentari terkait pidato 'berantem' Jokowi di hadapan relawannya.

JK berujar jika menghadapi serangan, maka sudah sepantasnya ada upaya mempertahankan diri dalam rangka membela diri.

"Artinya kalau anda diserang. Ya anda mestinya mempertahankan diri kan. Masa diserang tak mempertahankan diri. Itu hukum itu, membela diri," ucap JK usai menghadiri Rapat Pleno ke-29 Dewan Pertimbangan MUI, di Kantor MUI, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Dengan begitu, menurut JK, mempertahankan diri yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan suatu hal yang wajar.

"Pak Jokowi kan tidak katakan hantam. Cuma mempertahankan diri. Itu wajar saya kira," kata JK.

Sudjiwo Tedjo, seorang budayawan menyatakan kali ini dirinya sepakat dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Jokowi.

Melalui cuitan di akun Twitternya, Minggu (5/8/2018), Sudjiwo Tedjo memberikan pembelaannya untuk Jokowi.

"Kali ini aku bela Pak Jokowi soal anjurannya ke pendukungnya agar tak cari musuh tapi siap berkelahi.

Ingat matkul Kewiraan bahwa “kalau ingin damai, selalu bersiaplah utk berperang.”

Kali lain, kalau Prabowo benar, aku akan belain. Krn aku bebas, job2ku dr Tuhan. Tak dari mrk."

Cuitan ini pun juga mengundang pro dan kontra dari warganet.

Hingga kemudian Sudjiwo Tedjo menuliskan cuitan baru untuk menegaskan cuitan sebelumnya.

"Aku bukan pendukung Pak Jokowi atau siapa pun.

Tapi janganlah kebencianmu pada Pak Jokowi sampai menghapus kutipan depan beliau “jangan mencari musuh” dan hanya kutip belakangnya (tapi) “kita harus siap berkelahi."

Menurutku ini gak fair,"

Sementara itu, menurut mantan Direktur LP3ES, Rustam Ibrahim meminta agar mereka tak mengartikan kata "berkelahi" secara harfiah.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @RustamIbrahim yang diunggah pada Minggu (5/8/2018).

Menurut Rustam Ibrahim, kata-kata seperti 'berkelahi' kerap digunakan dalam politik.

Akan tetapi perkelahian tersebut adalah adu strategi, taktik, dan argumentasi, buka perkelahian fisik.

@RustamIbrahim: Kata2 seperti "lawan", "bertarung", "berkelahi" banyak digunakan dalam politik.

Jangan diartikan harfiah.

Itu hanyalah metafora para politisi mengobarkan semangat pendukung2nya.

Arti kata sesunggguhnya adalah KONTESTASI sesama anak bangsa, untuk mendapatkan pemimpin terbaik.

@RustamIbrahim: Berkelahi dalam politik adalah adu strategi, adu taktik, adu argumentasi, adu kata-kata dalam upaya memenangkan tokoh terbaik yang akan memimpin bangsa.

Klarifikasi Jokowi

Setelah menuai pro kontra di publik terkait pidatonya, Presiden Jokowi angkat bicara.

Ia meminta agar pidatonya yang dibacakan di hadapan relawan saat itu tidak hanya dibaca sepotong saja.
"Ditonton yang komplet dong," ujar Presiden Jokowi di sela-sela meninjau atlet dan venue jetski di Ancol, Jakarta Utara, Senin (6/8/2018).

Ia membantah keras memprovikasi masyarakat untuk berkelahi.

Justru, pesan dalam pidatonya itu adalah masyarakat harus menjaga persatuan dan kerukunan serta jangan saling membangun kebencian di antara warga negara.

"Saya kan sampaikan, aset terbesar kita adalah persatuan, kerukunan. Oleh sebab itu, ya jangan sampai membangun kebencian, saling mencela, saling menjelekkan. Saya sampaikan itu," ujar dia.

"Coba dirunut ke atas, jangan diambil sepotongnya saja. Nanti enak yang mengomentari, kalau seperti itu. Dilihat secara keseluruhan, konteksnya kan kelihatan," lanjut dia. (Tribunnews.com/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas