Haris Rusly Minta Demokrat Tidak Bersikap Merengek dan Meraung-Raung
Kadang seluruh design dan skenario yang kita rencanakan failed karena di-hijack di tengah perjalanan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP) Haris Rusly Moti, mengatakan, di dalam politik, seringkali dihadapkan pada resiko pahit yang tidak kita dikehendaki, sebut saja resiko 3D.
Dikalahkan (failed), dijebak (trapped) dan dibajak (hijacked).
Kadang seluruh design dan skenario yang kita rencanakan failed karena di-hijack di tengah perjalanan.
“Jika semata di-hijacked, kita mungkin hanya dikalahkan di dalam sebuah pertarungan politik, atau kehilangan harta karena dirampas secara paksa. Sering kali pem-bajakan memang didahului oleh pen-jebakan. Persis seperti bajak laut yang bekerjasama dengan anak buah kapal menjebak dengan rute palsu, lalu kapalnya dibajak ditengah perjalanan,’ ujar Haris, Kamis (9/8/2018).
Menurutnya, hidup di alam politik dan ekonomi liberal itu persis seperti hidup di hutan rimba. Kita harus waspada jika di-intai, di-jebak, lalu di-bajak atau dimangsa. Pedihnya pertarungan di alam politik liberal itu jika di-trapp atau kena jebakan. Nasib kita bisa berubah 190 derajat.
“Sebagai contohnya adalah nasib tidak beruntung Anas Urbaningrum yang dipenjara karena diduga dijebak tuduhan korupsi. Demikian juga nasib tidak beruntung Antasari Azhar yang dipenjara karena diduga kena jebakan kasus pembunuhan terhadap Nasrudin,” ungkapnya.
Demikian juga sangat lumrah jika di dalam alam politik yang liberal itu terjadi aksi rebut momentum politik. Dalam bahasa di pasar modal disebut profit taking, aksi ambil untung atau aksi membajak keuntungan.
Aksi profit taking atau membajak keuntungan membutuhkan kecerdikan, keberanian dan kecepatan. Aksi profit taking memang sering kali mengguncangkan pasar dan merugikan pihak tertentu.
Baca: Rame Soal Jenderal Kardus, Ruhut Sitompul Minta SBY dan Demokrat Kembali ke Jalan yang Benar
Karena itu, kata dia kecerdikan, kecepatan dan keberanian pihak tertentu melakukan aksi profit taking untuk menjadi Cawapres sangat lumrah di dalam alam politik yang liberal. Tidak ada yang aneh di dalam peristiwa profit taking Cawapres tersebut.
“Untuk itu, sangat tidak pantas dengan sikap primitif dan kekanak-kanakan yang ditunjukan oleh Pimpinan Partai Demokrat yang merengek dan meraung-raung ketika kalah cepat, kalah cerdik dan kalah berani dalam aksi perebutan jatah kursi Cawapres,” jelasnya.
Dia melanjutkan, hinaan “Jenderal Kardus” hingga tuduhan transaksional sangat tidak pantas dipertontonkan di dalam dunia politik yang liberal saat ini.
Sikap tidak sopan dengan kata-kata tidak santun seperti itu tidak pantas ditunjukan oleh pimpinan Partai Demokrat yang dikenal dengan semboyan “berpolitik dengan santun”.
“Sikap merengek dan meraung-raung seperti itu tanda tidak adanya kedewasaan di dalam menerima sebuah resiko berpolitik. Sikap seperti itu persis seperti sikap anak kecil yang merengek dan meraung-raung ketika kehilangan mainannya. Apa bedanya dengan Nobita yang digambarkan sebagai anak manja yang sering kali merengek dan meraung-raung dihadapan Doraemon?,” tanya Haris.
Menurutnya, jika ikhlas membangun koalisi tanpa syarat mendapatkan jatah kursi Cawapres, kenapa mesti kecewa? Kenapa bersikap merengek dan meraung disaat jatah kursi Cawapres tersebut di-hijack secara cepat, cerdik dan berani oleh pihak lain
Karena itu, demi tegaknya politik santun yang menjadi semboyan Partai Demokrat, alangkah baiknya Pimpinan Partai Demokrat menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas penghinaan dan pernyataan yang primitif dan tidak sopan tersebut.
“Tidak usah merengek, meraung raung, menghina “Jenderal Kardus” dan menuduh Partai lain transaksional, ketika “kantong ajaib Doraemon-nya” gagal menyulap tokoh idolanya menjadi Cawapres,” pungkasnya.