KPK Bebaskan Ketua dan Wakil Ketua PN Medan, Belum Cukup Bukti Keterlibatannya
KPK melepaskan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK melepaskan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.
Keduanya sempat ikut diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa (28/8/2018) kemarin hingga Selasa (28/8/2018) tengah malam.
Namun keduanya tidak turut ditetapkan sebagai tersangka di kasus suap pengurusan perkara tindak pidana korupsi.
Selain Marsuddin dan Wahyu, KPK juga melepaskan hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga dan panitera pengganti PN Medan Oloan Sirait.
Keempatnya tidak turut ditetapkan sebagai tersangka meski ikut terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) kemarin di Medan, Sumatera Utara.
"Sampai 24 jam itu, kami menemukan belum ada alat bukti yang cukup kuat terhadap yang bersangkutan," ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo, Rabu (29/8/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Setelah lewat dari 1x24 jam ketiga hakim dan seorang panitera pengganti itu dilepaskan, diperbolehkan pulang.
Sampai saat ini, kata Agus pihaknya baru menetapkan empat orang sebagai tersangka suap penanganan perkara korupsi.
Empat tersangka itu yakni hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Medan Merry Purba, panitera pengganti PN Medan Helpandi, Direktur PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi, dan Hadi Setiawan selaku orang kepercayaan Tamin. Namun, Hadi saat ini belum tertangkap.
Merry diduga menerima suap sebesar 280 SGD ribu dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara.
Uang tersebut diberikan kepada Merry untuk mempengaruhi putusan majelis hakim pada perkara yang menjerat Tamin.
Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tasmin. Sementara ketua majelis hakim perkara tasmin adalah Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Mery menyatakan dissenting opinion.
Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.