In Memoriam Peter Kasenda: Sejarawan Besar Nan Santun dan Humoris Itu Pencatat Terbaik Marhaenisme
Peter suka mengobrol. Sama sekali tidak pernah nakal apalagi menyakiti hati orang lain. Sangat santun
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jenazah sejarawan senior, Peter Kasenda dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Rangon, Jakarta Timur, Rabu (12/9/2018).
Tenaga Ahli utama di Badan Pembidaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu meninggal dunia pada Jumat (7/9/2018) lalu di rumah mendiang, Perumahan Jl. Bukit Dago Raya Blok T, Perumahan Sarigaperi, Jatibening Baru, Pondok Gede. RT06/RW06, Bekasi.
Semasa hidupnya, mendiang dikenal akrab dengan dunia pendidikan. Mendiang menyelesaikan studi pada Jurusan Sastra Perancis dan Sejarah di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia.
Hingga akhir hayatnya, masih aktif mengajar sebagai dosen di Kampus Merah Putih Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Jakarta dan Universitas Bung Karno (UBK).
Kepergian Peter Kasenda merupakan kehilangan besar bagi Indonesia. Sejumlah tokoh nasional, termasuk Plt. Kepala BPIP, Prof Hariyono menuliskan memoar atas kiprah Peter Kasenda semasa hidupnya bagi Indonesia.
Berikut tulisan Prof Hariyono:
Sebagai penulis, Pak Peter demikian panggilan akrabnya, sangat produktif menghasilkan karya-karyanya. Tulisannya pertama kali dimuat pada harian Prioritas pada Oktober 1986.
Peter menjadi kontributor buku-buku seperti Tokoh Indonesia dalam Era Pembangunan (1987). Sebagai penulis biografi dan pemikiran Bung Karno yang cukup menonjol dari tangannya lahir 90 Tahun Bung Karno (1991); Kembali ke Cita-Cita Proklamasi 1945 (2010); dan, Heldy Cinta Terakhir Bung Karno (2011) dan Hari-Hari Terakhir Sukarno.
Sebagai pencatat tokoh dan peristiwa yang liris, karya penulis kelahiran Bandung, 13 Januari 1957 juga diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, yakni bukunya bertajuk Zulkifli Lubis Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI-AD (2012); Sebagai managing editor turut menyunting Non Aligned Movement Toward The Next Millenium Volume II dan III (1985) terbitan Media Indonesia dan Grup Bimantara; Bung Karno tentang Marhaen dan Proletar (1999); Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933 (2010).
Keterlibatannya di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga mewarnai karya-karyanya. Beberapa diantaranya menulis kisah ketua umum GMNI generasi perdana, John Lumingkewas: Merah Darahku, Putih Tulangku, Pancasila Jiwaku (2010); Soeharto Penerus Ajaran Politik Soekarno (2012); Mereka Bilang Kita Orang Indonesia (2010); Kembali ke Cita-Cita Proklamasi 1945 (2011).
Setahun terakhir, ditugaskan pada Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) hingga perubahan status ke Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Pak Peter dan tim mengemban tugas berat yang tengah dijalaninya, yakni merumuskan dokumen naskah otentik Pancasila.
Selain beberapa kontribusi penting bersama tim di BPIP, dalam jagat maya pemikiran mendiang telah diabadikan. Masyarakat luas masih dapat mengakses pada blog pribadi mendiang di: peterkasenda@wordpress.com
Sebagai umat Katolik, Pak Peter tentu saja menjadi bagian dari masyarakat dimana Ia tinggal. Paroki Santo Leo Agung, Wilayah 7, lingkungan Santa Angela Merici. Rasa kehilangan sahabat umat tercermin dari perhatian besar umat lingkungan dalam mengurus semua ikhwal prosesi penyemayaman, prosesi doa hingga pemakaman.
Sementara para rekan sejawat di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), serta kampus UNTAG dan UBK tempat mendiang masih tercatat sebagai dosen, juga sangat berduka. Tak ketinggalan pula para alumni UI dan SMA PSKD1 sebagai almamaternya.