ABK Butuh Perhatian Serius
Ada regulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan yang kerap tumpang tindih dan menyulitkan para ABK.
Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di kapal-kapal pesiar membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, agar mereka tetap bisa melaut. Para ABK yang bekerja melintasi berbagai negara masuk kategori Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Ada regulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan yang kerap tumpang tindih dan menyulitkan para ABK.
Anggota Komisi IX DPR RI Imam Suroso saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi IX DPR RI ke Bali, Rabu (19/9/2018) mengatakan, kunjungan ini bagian dari pengawasan terhadap para PMI yang bekerja di kapal pesiar.
Di Pelabuhan Benoa, Bali, hampir tak ada warga Bali yang bekerja sebagai ABK. Umumnya mereka bekerja di industri pariwisata dalam negeri.
“Orang Bali itu tidak suka menjadi tenaga kerja di luar negeri. Mereka lebih suka di pariwisata. Angka pengangguran di Bali hanya 0,98 persen. Itu bagus,” ujar Imam. Para ABK yang ditemui di Benoa mengeluhkan adanya tumpang tindih aturan dari otoritas Kemenhub dan Kemenaker. Akibat dari tumpang tindih aturan ini banyak ABK tak bisa melaut.
Anggota F-PDI Perjuangan ini kepada Parlementaria mengaku, segera ingin mengonfirmasi persoalan ini kepada mitra kerja Komisi IX DPR RI, termasuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Termasuk temuan informasi pada tahun 2017, ABK di Bali cukup tinggi, mencapai 2000 lebih ABK. Sementara pada 2018 menyusut menjadi 750 ABK. Ini dilatari persoalan tumpang tindih aturan tadi.
“Pokoknya saya ingin rakyat benar-benar nyaman, biaya murah, efektif, dan efisien. Pemerintah dapat memantau mereka ketika di luar negeri maupun di Indonesia," imbuhnya. Politisi dapil Jateng itu juga menambahkan, akan melakukan studi komparatif dengan Filipina yang pengelolaan tenaga kerjanya sangat baik, di mana jabatan-jabatan strategis dapat diperoleh tenaga kerjanya.(*)