Setelah Ungkap Adanya Aliran Dana ke Munaslub, Eni Saragih Ngaku Ditekan Partai Golkar
"Iya ada tekanan dari Golkar itu. Sudah saya sampaikan juga itu. Semua sudah saya sampaikan ke penyidik," ungkap Eni di Gedung KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eni Maulani Saragih mengaku dirinya mendapat tekanan dari Partai Golkar seusai mengungkap adanya aliran dana suap PLTU Riau-1 ke Munaslub yang menjadikan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.
Aliran dana terbukti ketika Anggota Komisi XI DPR yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Maritim DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, mengembalikan sekitar Rp 700 juta.
Baca: Buntut Kasus Siswa Diperkosa, Nepal Blokir 25 Ribu Situs Pornografi
"Iya ada tekanan dari Golkar itu. Sudah saya sampaikan juga itu. Semua sudah saya sampaikan ke penyidik," ungkap Eni di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (4/10/2018).
Eni mengaku, dirinya hanya mendapatkan tekanan saja, tidak ada pihak yang mengintimidasinya.
Eni menganggap tekanan tersebut wajar.
Sebab, setiap orang memiliki keinginan untuk merasa aman.
"Kalau sampai mengintimidasi, ya nggak lah. Cuma setiap orang punya hak mau aman juga, mau sebagiannya, tapi saya tak mengindahkan itu. Tidak menganggap tekanan itu sebagai intimidasi," tutur Eni.
Eni menyatakan tak peduli dengan tekanan-tekanan yang dia terima.
Dia sudah berjanji untuk kooperatif dan mengajukan diri sebagai tersangka yang bekerjasama dengan KPK, alias justice collaborator (JC).
"Yang penting saya sudah berjanji akan kooperatif. Menyampaikan apa adanya," ujar Eni.
KPK baru menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
Ketiga tersangka itu yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).
Dalam kasus ini, Eni diduga kuat telah menerima hadiah atau janji dari Kotjo.
Eni diduga menerima uang sebesar Rp 6,25 miliar dari Kotjo untuk memuluskan Blakcgold sebagai penggarap proyek milik PLN tersebut.
Penyerahan uang ke Eni dilakukan secara bertahap dengan rincian, pemberian pertama pada November-Desember 2017 sekitar Rp 4 miliar.
Kedua, pada Maret-Juni 2018 sekitar Rp 2,25 miliar.
Pada proses pengembangan kasus, KPK akhirnya menetapkan Idrus.
Diduga, Idrus dijanjikan akan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni yakni senilai 1,5 juta dollar AS jika PPA Proyek PLTU Riau-I berhasil dllaksanakan oleh Kotjo dan kawan-kawan.
Idrus juga diduga mengetahui dan memiliki andil atas jatah atau fee yang diterima Eni.
Tak hanya itu, mantan Sekjen Partai Golkar ini juga disinyalir mendorong proses penandatangan Purchase Power Agreement (PPM) atau jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.