Media Sosial Jadi Jembatan Toleransi Anak Muda
Putri bahkan lebih merasakan ketulusan persahabatan dari teman dunia mayanya itu daripada teman-temannya di dunia nyata.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media sosial dan dunia maya memiliki dua mata pisau.
Ia berpotensi mencerahkan publik, tetapi di sisi lain berpeluang menciptakan konflik dan perpecahan antar sesama.
Salah satu dampak positif dari media sosial juga dirasakan oleh Putri Novita Sari, salah satu peserta Pelatihan Juru Bicara Pancasila yang diselenggarakan Hotel Neo, Pontianak.
Dalam pelatihan yang diorientasikan untuk membangun komunitas yang melakukan kampanye pentingnya penguatan ideologi bangsa ini, Putri menceritakan pengalamannya bersahabat dengan teman yang berbeda agama.
Putri bahkan lebih merasakan ketulusan persahabatan dari teman dunia mayanya itu daripada teman-temannya di dunia nyata.
“Kami waktu itu kenalan di internet. Makin lama makin dekat lalu tahu bahwa kami tengah sama-sama sakit. Kami pun bergantian saling menguatkan satu sama lain hingga akhirnya sembuh,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/10/2018).
Keterlibatan kaum muda lintas agama, ras dan etnis dipercaya bisa menjembatani sekaligus mempertemukan anak-anak muda sebagai generasi milenial yang akrab dengan media sosial yang pluralis.
Dalam pelatihan ini, peserta dibekali dengan skill penulisan, berdebat dan manajemen media sosial agar bisa menggaungkan keberagaman di media sosial.
“Tuhan memberi kesengajaan untuk menciptakan kita berbeda-beda,” kata salah satu trainer, Sholehuddin A. Aziz.
Ia menjelaskan di depan para peserta betapa berbeda adalah selalu sebuah keniscayaan yang harus dihadapi dengan lapang dada.
Pelatihan ini adalah rangkain dari sejumlah pelatihan yang diselenggarakan oleh Komunitas Bela Indonesia (KBI) di 25 provinsi.
Bekerja sama dengan SAKA (Suar Asa Khatulistiwa), KBI melibatkan perwakilan dari tiga etnis berbeda yang memang ada di Kalimantan Barat ini yaitu Tiongkok, Dayak, dan Melayu.
Begitu pula dengan perwakilan agama dari Islam, Katolik, Kristen, dan Buddha.
Pelatihan ini mengacu pada buku panduan yang telah dipersiapkan, yakni buku berjudul Rumah Bersama Kita Bernama Indonesia, yang ditulis oleh Denny JA dan Tim.
Peserta nampak antusias mengikuti pelatihan yang diselenggrakan selama empat hari ini.
Baca: Ini Tiga Pemain Berpenampilan Bagus yang Tak Dipanggil Timnas Indonesia
Baca: Sebut Dipo Latief Selalu Mencarinya, Nikita Mirzani: Gue Perempuan yang Paling Dicintainya
Baca: Dukungan untuk Korban Tsunami Palu pada Laga PSG Vs Olympique Lyon
Bagi mereka, ini adalah forum yang sangat bermanfaat untuk mempertemukan anak-anak muda lintas agama yang sama-sama memiliki kepedulian untuk merawat Indonesia yang damai dan beragam.