Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politik Kebohongan Dikhawatirkan Warnai Elite Politik

Bahayanya politik kebohongan ini justru melanda elite politik sampai ke bawah.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Politik Kebohongan Dikhawatirkan Warnai Elite Politik
Ilustrasi caleg 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebohongan politik yang berbaur dengan politik kebohongan kian mewarnai lanskap dunia politik di Indonesia menjelang Pemilu 2019.

Bahayanya, Political les dan lies politics itu justru melanda banyak kalangan elite politik yang mengimbas ke lingkungan pemilih akar rumput.

Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra mengatakan, kebohongan politik dan politik kebohongan saat ini tengah menyatu mewarnai lanskap politik Indonesia menjelang pemilu 2019.

“Political lies dan lies politics itu justru banyak melanda kalangan elite politik yang mengimbas ke lingkungan pemilih akar rumput,” ujar Azra dalam keterangannya, Senin (22/10/2018).

Meski demikian Azra berharap kepada masyarakat di akar rumput tidak menjadi seperti rumput kering yang sangat mudah tersulut dan terbakar Kebohongan politik bersumbu pendek.

Dia menjelaskan, seperti kasus yang sempat menghebohkan masyarakat, yang dilakukan Ratna Sarumpaet (RS) adalah bentuk dari Kebohongan publik yang kemudian menjadi kebohongan politik yang juga menyeret sejumlah politisi didalamnya.

Meski bohong, kata Azra kejadian Ratna Sarumpaet, tentu saja menjadi senjata bagi khususnya kelompok oposisi dalam hal ini Tim Kampanye Capres-wapres Prabowo - Sandi untuk kemudian memviralkan kasus itu melalui media sosial.

Berita Rekomendasi

“Tanpa Verifikasi, kebohongan RS segera di viralkan kalangan elite politik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomer urut 2, dimedia sosial dengan cepat menjadi isu politik" jelasnya.

Penyebaran itu dianggap Azra sebagai cara untuk mendiskreditkan lawan politiknya dalam kontestasi Pilpres 2019 mendatang.

Terbukti setelah Polri menyatakan bahwa tidak menemukan bukti hahwa RS dipukuli di Bandung dsb, dan RS pun mengakui perihal kebohongannya itu, Polri segera menetapkan RS sebagai tersangka dan sejumlah elit politik pun turut diperiksa sebagai saksi dalam kasus RS tersebut.

Dengan begitu dia kemudian menyebut kasus kebohongan politik RS menjadi sangat sarat dan tumpang tindih dengan politik kebohongan yang tanpa bukti, dan tanpa verifikasi kebenaran.

”Politik kebohongan secara sederhana berarti politik tanpa bukti, tanpa verifikasi kebenaran atau ketidakbenaran informasi, fakta dan data terkait" paparnya.

Tanpa proses ini, menurut Azra politik menjadi sarat kebohongan dan manipulatif yang satu tujuannya, mengarah untuk menyerang lawan politiknya dengan membuat isu dan memviralkan isu-isu kebohongan.

Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada para politikus untuk menghentikan politik kebohongan.

“Kita harus akhiri politik kebohongan, politik yang merasa benar sendiri, dan perkuat politik pembangunan. Politik kerja pembangunan, politik berkarya. Pembangunan bangsa sumber daya manusia yang siap bersaing di revolusi industri," kata Jokowi saat menghadiri Peringatan HUT ke-54 Partai Golkar di JIExpo, KEmayoran, Jakarta Pusat, Minggu (21/10/2018).

Jokowi mengatakan jika politik kebohongan dihentikan maka kejayaan dan kemajuan bangsa Indonesia bisa terwujud.

Jokowi ingin, masa-masa pesta demokrasi seperti Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg), Partai politik harus mampu menunjukkan kepada rakyat bahwa pesta demokrasi itu bukanlah perang demokrasi.

“Melainkan sebuah perayaan pesta demokrasi. Perayaan yang diisi dengan adu gagasan, adu program, adu ide-ide, adu rekam jejak, adu prestasi. Inilah yang namanya perayaan pesta demokrasi yang benar," ujar Jokowi.

Selain itu, Jokowi mengingatkan bahwa tantangan partai politik ke depan semakin berat.

Bukan hanya menyiapkan kadernya untuk duduk di kabinet atau wakil rakyat namun juga mengembalikan kepercayaan rakyat pada proses itu sendiri.

“Tantangan ini tak akan bisa diselesaikan dengan mudah jika para politikusnya masih terlibat saling ejek dan adu hoaks, hingga saling fitnah,” kata Jokowi.

Justru kata dia, hal itu malah semakin memperlebar jarak antara Partai Politik dengan masyarakat.

Sebab mantan Wali Kota Solo ini yang terpenting saat ini para politikus harus mendengarkan keluhan masyarakat secara langsung, bukan sebaliknya menyuruh masyarakat selalu mendengarkan pemerintah dan politikus.

"Jangan hanya paksa rakyat dengarkan kita, melainkan kita harus dengar aspirasi rakyat dengar apa yang dibutuhkan rakyat jangan hanya duduk menunggu rakyat datang, melainkan harus turun temui mereka,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas