Ikatan Fisioterapi Indonesia Usulkan Pemilahan Penanganan Pasien BPJS
Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas soal BPJS di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (25/10/2018).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas soal BPJS di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (25/10/2018).
Baca: Sporting CP vs Arsenal: Danny Welbeck Bawa Arsenal Kalahkan Sporting Skor Akhir 0-1
Dalam kesempatan tersebut, Ikatan Fisoterapi Indonesia (IFI) mengusulkan perbaikan prosedur pelayanan kepada komisi IX, mengenai pelayanan fisioterapi. Usulan tersebut untuk meningkatkan efisiensi pelayanan fisioterapi.
"Karena selama ini prosedur tersebut menyebabkan pelayanan tidak efektif dan tidak efisien, sehingga disinyalir menimbulkan banyak biaya," ujar Ketua Umum Ikatan Fisoterapi Indonesia Ali Imron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Selama ini menurutnya tidak ada pemilahan penangan kasus yang seharusnya ditangani fisioterapi atau yang harus mendapatkan perawatan rehabilitasi medis. Hal itu menyebabkan proses penanganan penyakit menjadi panjang.
"Dijadikan satu, padahal seharusnya berbeda. Ini menyebabkan pelayanan fisioterapi menjadi penjang, setelah dari dokter, dari dokter umum ke dokter spesialis, lalu ke rehabilitasi medis dan fisioterapi. Ada 3 pos yang harus dilewati sebelum ke pos fisioterapi. Dan masing-masing pos ada biaya," katanya.
Pihaknya menurut Imron, mengusulkan pemotongan satu pos prosedur penanganan.
Setelah dari dokter umum dan dokter spesialis, maka penanganan langsung ke fisioterapi, tanpa melalui rehabilitasi medis terlebih dahulu.
Dengan adanya pemotongan satu pos prosedur penanganan tersebut menurut Ali dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan hingga 20 persen.
"Penekananya bisa sampai 20 persen. Kalau dihitung dengan jumlah rumah sakit di Indonesia yang sudah bekerjasama dengan BPJS jumlah penekanan biayanya cukup signifikan," katanya.
Menurut Ali Komisi 9 telah menerima usulan tersebut yang rencananya akan dikaji. Komisi 9 menilai harus ada pemilahan antara penanganan perawatan rehabilitasi medis dengan fisioterapi, sehingga ada efisiensi.
"Pemilahan kasus itu yang menyebabkan efisiensi. Komisi 9 bisa terima tapi engga tahu dari BPJS," pungkasnya.
Pemerintah saat ini sedang dibelit masalah defisit BPJS. Komisi 9 berharap adanya perbaikan sistem INA-CBGs karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini.
INA-CBGs merupakan sistem yang digunakan untuk menentukan standar tarif rumah sakit sebagai referensi biaya klaim ke pemerintah (BPJS) atas biaya pasien BPJS.
Ketua Komisi 9 Dede Yusuf meminta dalam merumuskan sistem yang baru tersebut tidak hanya melibatkan BPJS, Rumah Sakit pemerintah dan Rumah Sakit swasta saja. Melainkan juga sejumlah lembaga atau organisasi lainnya.
"Karena selama ini INA CBGs hanya melibatkan segelintir pihak saja seperti rumah sakit pemerintah dan juga beberapa rumah sakit swasta. Harus ada stakeholder lain seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), gabungan perusahaan farmasi, dan sebagainya dalam menyusun metode sistem,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.