Permohonan Justice Collaborator Keponakan Setya Novanto Ditolak
Jaksa menilai Irvanto Hendra Pambudi yang adalah keponakan Setya Novanto itu tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, Irvanto Hendra Pambudi.
Jaksa menilai Irvanto Hendra Pambudi yang adalah keponakan Setya Novanto itu tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus.
"Dari hasil penelitian dan hal-hal yang terjadi di persidangan, jaksa berpendapat terdakwa satu Irvanto Hendra Pambudi tidak memenuhi kualifikasi sebagai justice collaborator," tegas jaksa Ni Nengah Gina Saraswati saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Jaksa juga mempertimbangkan syarat JC yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011. Sesuai ketentuan, pemohon justice collaborator harus seorang pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatan dan memberikan keterangan signifikan untuk mengungkap pelaku lain yang lebih besar. Status itu juga tidak boleh disematkan kepada pelaku utama tindak pidana.
Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Irvanto tidak mendukung pemerintah yang tengah giat memberantas korupsi. Perbuatan Irvan bersifat masif menyangkut pengelolaan data kependudukan nasional.
Baca: Melani Leimena Suharli Ingin Lebih Banyak Berbuat Untuk Dapil DKI Jakarta II
"Dampak perbuatan Irvanto masih terasa sampai saat ini. Kemudian, perbuatan Irvanto juga telah merugikan keuangan negara yang besar," paparnya.
Diketahui Irvanto Hendra Pambudi dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Baca: Beredar Video Viral Pesawat Angkut 3 Ton Durian dan Bau Menyengat, Begini Tanggapan Sriwijaya Air
Menurut jaksa, Irvanto terbukti merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Irvan juga didakwa menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.
Irvanto juga dinilai secara langsung maupun tidak langsung, turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan e-KTP. Untuk kepentingan Setya Novanto, Irvan beberapa kali menerima uang dari Johannes Marliem, penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.
Uang tersebut menurut jaksa disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP. Perbuatan Irvanto juga telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.
Perbuatan Irvanto Hendra Pambudi yang dilakukan bersama-sama dengan pengusaha Made Oka Masagung itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,3 triliun.