Hari Ini Penyidik KPK Kembali Periksa Idrus Marham
Idrus Marham akan diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama PLTU Riau-1.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan kepada mantan Menteri Sosial, Idrus Marham.
Idrus Marham yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar akan diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama PLTU Riau-1.
"Dia akan diperiksa untuk tersangka ES (Eni Saragih)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Selain Idrus, turut diperiksa dua orang lainnya. Antara lain Oscar dan Indri dari unsur swasta.
Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Mantan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, diduga meminta uang USD 2,5 juta dolar kepada Johannes Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Permintaan itu diduga untuk keperluan Idrus menjadi ketua umum Partai Golkar. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/11/2018) lalu.
Idrus bersaksi untuk terdakwa Johannes Kotjo. Dalam persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Idrus dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Baca: Enam Produk Perawatan Kendaraan Genuine Ini Bikin Mobil Mitsubishi Selalu Oke dan Kinclong
Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar. Dalam percakapan tersebut, Eni dan Idrus membicarakan permintaan uang kepada Kotjo.
Kotjo merupakan pengusaha yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau-1.
Dalam persidangan, Idrus mengakui bahwa pada saat Ketua Umum Golkar Setya Novanto pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sejumlah elit partai mendorong agar Idrus bersiap mengambil alih kepemimpinan Golkar.
Namun, keputusan itu menunggu putusan praperadilan yang diajukan Novanto. "Sebagian besar kader Golkar ingin saya jadi ketua umum. Banyak yang bilang, Abang lah yang maju, yang banyak berjuang untuk partai itu Abang," kata Idrus.
Baca: Dokter Mengeluh, Biaya Operasi Cesar Sebelum Ada BPJS Kesehatan Rp 6 Jutaan, Kini Cuma Rp 4,3 Jutaan
Namun, menurut Idrus, saat itu Eni menawarkan agar biaya untuk pencalonannya sebagai ketua umum diberikan oleh Kotjo.
Menurut Idrus, saat itu uang yang ditawarkan untuk biaya musyawarah nasional awalnya Rp 500 miliar, lalu turun menjadi Rp 200 miliar.
Kepada majelis hakim, Idrus mengaku sudah menolak tawaran Eni tersebut. Pada akhirnya, rencana menjadi ketua umum gagal karena hakim mengabulkan praperadilan Setya Novanto.
Baca: Survei LSI: Partai Hanura dan PSI Bersama Empat Partai Lain Diprediksi Tak Lolos Ambang Batas
"Eni bilang, secerdas-cerdasnya orang, tetap butuh operasional. Tapi saya enggak ingin tersandera siapapun kalau jadi ketua umum. Eni inisiatif, memang dia sebut namanya Pak Kotjo," kata Idrus.
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.
Diduga, pemberian uang itu atas sepengetahuan Idrus Marham.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU-1.