Ini Penyebab Banyak Kepala Daerah Korupsi Menurut KPK
KPK berharap inspektorat tidak lagi segan dan tidak terhambat lagi untuk mengawasi wali kota atau bupati.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut salah satu penyebab maraknya kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah adalah pengawasan di tingkat daerah yang tidak efektif.
“Banyak kami temui kasusnya, karena inspektorat setempat yang fungsi utamanya adalah melakukan pengawasan dan pembinaan merasa segan, karena yang diawasi adalah atasannya sendiri,” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/11/2018).
Padahal, Febri melanjutkan, seharusnya inspektorat bisa lebih independen agar fungsi pengawasan dan pembinaan yang merupakan tugas pokok dan fungsi dari inspektorat dapat berjalan lancar.
Febri mengatakan, pimpinan KPK telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan instansi terkait untuk membahas revitalisasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Baca: Cegah Korupsi Kepala Daerah Terpilih, KPK Segera Koordinasi dengan Mendagri
KPK berharap inspektorat tidak lagi segan dan tidak terhambat lagi untuk mengawasi wali kota atau bupati.
Sebab, undang-undang mengatur status mereka independen dan bertanggung jawab bukan kepada atasan langsung, dalam hal ini wali kota atau bupati.
“Saat ini KPK sudah memproses sekitar 102 kepala daerah. Hasil identifikasi kami banyaknya kepala daerah diproses secara hukum karena lemahnya pengawasan,” kata Febri.
Selain soal revitalisasi APIP, Febri juga mengatakan, pihaknya terus mendorong Kementerian Hukum dan HAM agar segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Gratifikasi.
“Jadi pengendalian gratifikasi akan lebih sistematis nantinya, termasuk pada korporasi. Karena bukan hanya mencegah para pejabat untuk menerima, tetapi juga memastikan mencegah korporasi untuk tidak memberi,” pungkasnya.