Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Budaya Nusantara Tampil di Parade Pelangi Budaya Belitung

Beragam kekayaan budaya nusantara tampil di Parade Pelangi Budaya dalam rangkaian Festival Tanjung Kelayang.

Editor: Content Writer
zoom-in Budaya Nusantara Tampil di  Parade Pelangi Budaya Belitung
dok. Kemenpar
Salah satu penampilan di rangkaian Festival Tanjung Kelayang 

Kekayaan budaya nusantara, tersaji di Festival Tanjung Kelayang 2018. Kemasannya adalah Parade Pelangi Budaya, Minggu (18/11). Atraksi ini menggunakan pasir putih Pantai Tanjung Kelayang sebagai medianya.

Parade Pelangi Budaya diikuti 40 peserta. Mayoritas merupakan prodak asli Belitung, meski ada juga perwakilan dari wilayah lain. Seperti Boyolali, Kabupaten Bekasi, juga Jambi.

Parade menempuh jarak 3 kilo meter. Backgroundnya pun eksotis dengan ikon Belitung. Mulai pasir putih, birunya air laut, Pulau Lengkuas, hingga Batu Garuda. Suasana pun semakin meriah dengan pengunjung yang memadati rute parade. Jumlahnya minimal 4.000 orang. Dan, Parade Pelangi Budaya diawali delegasi Boyolali.

“Kami menampilkan Buto Gedrug dan Topeng Ireng. Sebab, ini menjadi identitas Boyolali. Penampilan kami kali ini spesial untuk Festival Tanjung Kelayang. Tarian ini sudah dikembangkan jadi kreasi baru,” ungkap Senior Sanggar Seni Krido Mudo Tarubatang Boyolali Andri Suryanto.

Menampilkan dua karakter berbeda, kehadiran Buto Gedrug dan Topeng Ireng mendapat apresiasi publik. Buto Gedrug merupakan potongan dari karakter kesenian jathilan. Disajikan melalui topeng, Buto Gedrug punya beberapa karakter. Topeng Buto Gedrug warna cokelat bernama Ludru. Memiliki hidung naga, karakter ini melambangkan kasta bawah.

Berikutnya, ada topeng warna hijau. Karakter ini bernama Belegur Mahkota yang menggambarkan para pemimpin. Ada juga warna topeng abu-abu atau Mata Leak yang jadi pendamping pemimpin. Tampil all out, Buto Gedrug dilengkapi kostum terbaik lengkap dengan krincing di kaki. Andri pun menambahkan, konsep raksasa diadopsi total. Karakternya negatif, lalu dinetralisir karakter positif kuda lumping.

“Kami difasilitasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Boyolali. Di Boyolali terdapat lebih dari 500 grup tari. Jumlah penampil ada 12 penari. Ditampilkannya Buto Gedrug sebagai gambaran raksasa hutan dan karakternya negatif. Kalau di jathilan, karakter ini diimbangi energi positif dari kuda lumpingnya,” kata Andri.

Lalu, bagaimana dengan Tari Topeng Ireng? Topeng Ireng punya filosofi ‘Toto Lempeng Irama Kenceng’. Artinya, hidup ini harus lurus dan bersemangat untuk meraih cita-cita. Ciri utama dari Topeng Ireng ini adalah mahkota dari bulu yang melambangkan kesederhanaan. Kostumnya terdiri dari rampek dan sompyok. Warna yang diadopsi merah, biru, dan hitam dengan hiasan payet.

“Tari Topeng Ireng juga mengalami pembaruan kostum. Kalau dahulu, mahkota dan kostum memakai daun,” tuturnya lagi.

Selain Boyolali, Kabupaten Bekasi juga memajang potensinya melalui Tari Jaipong. Tarian ini dibawakan oleh 5 penari wanita. Pesan yang ingin disampaikan, citra positif Bekasi yang melestarikan tradisi dari leluhur. Tari Jaipong versi Bekasi ini dikolaborasikan dengan Lagu Ronggeng Menor dan Kalang Sunda. Kabid Pemasaran Pariwisata Dispar Kabupaten Bekasi Tri Cahyani menuturkan, Jaipong dilestarikan.

“Festival Tanjung Kelayang ini penting. Pengunjungnya banyak, baik dari dalam dan luar negeri. Untuk itu, kami tampil di sini dengan Jaipong. Tarian ini terus dilestarikan dan di beberapa sekolah sudah jadi kelas khusus,” tuturnya.

Digelar 15-19 November, Festival Tanjung Kelayang menjadi magnet penarik wisatawan efektif. Hingga Minggu (18/11), jumlah pengunjung mencapai sekitar 25.000 orang. Jumlah wisnusnya ada di range 4.000 hingga 5.000 orang. Wismannya berada di rentang 750 sampai 1.000 orang. Kadispar Belitung Hermanto menjelaskan, rapor festival secara keseluruhan positif dan Parade Pelangi Budaya unik.

“Target kunjungan wisatawan sudah melebihi target. Baik itu target wisman, wisnus, ataupun lokalnya. Ini progress bagus, apalagi Senin (19/11) masih ada event. Khusus Parade Pelangi Budaya, ini sudah jadi ciri khas Belitung. Parade dilakukan di pinggir pantai. Hal ini untuk promosi destinasi juga,” jelasnya.

Selain dua budaya tersebut, Parade Pelangi Budaya menampilkan beragam kekayaan nusantara. Ada Barongsai dan Liong, pencak silat plus debus, kuda lumping, hingga tarian juga musik khas Bali. Untuk event Senin (19/11), ada eksibisi layang-layang internasional. Selain lokal, peserta lain pun datang dari Polandia, Swedia, juga Singapura.

“Rangkaian Festival Tanjung Kelayang sangat banyak, mendekati 10 item. Kontennya unik, seperti di Parade Pelangi Budaya ini. Ada banyak budaya di nusantara yang ditampilkan. Kemasannya juga beda dengan berjalan di pantai. Hal ini bagus untuk branding destinasi. Untuk pengunjung, sekilas postif,” tegas Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kemenpar Esthy Reko Astuty.

Sukses memberikan kesegaran Festival Tanjung Kelayang, konsep Parade Pelangi Budaya diapresiasi oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. Menteri yang sukses membawa Kemenpar No. 1 dan menjadi #TheBestMinistryOfTourism2018 se-Asia Pasifik di Bangkok menerangkan, Belitung diuntungkan dengan penyelenggaraan Festival Tanjung Kelayang ini.

“Festival ini memberikan impact positif besar. Jumlah kunjungan wisatawan besar, lalu ada value secara ekonomi. Kami gembira karena penyelenggaraan festival ini sukses. Namun, inovasi dan evaluasi tetap harus diberikan. Agar festival tahun depan lebih bagus lagi,” tutupnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas